Senin, 31 Mei 2021

Dulmuluk Sosialisasikan 5 M + 3 T

             Dulmuluk merupakan bagian dari teater tradisional. Selama ini, kehidupan pemain Dulmuluk sudah kembang kempis. Jarang diundang untuk tampil di keramaian gelaran masyarakat, seperti sedekah, perkawinan, ataupun sunatan, membuat napas mereka menjadi tersengal. Akibatnya, bukan sekadar susah bernapas. Tetapi juga sulit mencari sesuap nasi.

Seorang pemain Dul Muluk, Randi Putra Ramadan, mengakui hal itu. Putra pertama dari empat bersaudara pasangan Johar Saad dan Suharti Sani (almarhumah) ini merasakan langsung manis hingga getirnya lakon Dul Muluk yang sempat padat undangan hingga minim undangan.

            Karenanya, alumnus FKIP Jurusan Sentratasik Prodi Musik ini pun punya kiat-kiat yang ditemukan secara tak sengaja saat Dul Muluk harus mengalami pasang surut.

Randi sendiri, kini selain tetap eksis di Dul Muluk, juga memiliki skill lain, yakni menguasai alat musik. Kini, suami dari Eva Dika Putriana ini dapat tetap bertahan dengan petikan gitar Irama Batanghari Sembilan-nya.

Lebih pas lagi, Randi menyebut jurusnya ketika memasuki masa pandemi ini sebagai rekondisi. “Mungkin kurang pas kalau disebut  revitalisasi atau apalah. Artinya, bagaimana seniman itu bisa menyesuaikan dengan kondisi,” ujar Randi yang sejak umur empat tahun sudah diajak ayahnya belajar men-Dul Muluk.

Sebagai sebuah teater tradisional, selama pandemi  juga sangat terdampak akibat Covid 19. Di tengah himpitan tersebut, Randi mendapat kesempatan mentas secara daring.

Pementasan ini dilakukan secara daring. Dan disiarkan melalui beberapa platform media sosial. Lenariknya lagi, pemenetasan kali ini didukung oleh Komite Penanganan Coronavirus Disease 2019 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (disingkat KPCPEN) sebuah komite yang dibentuk oleh pemerintah dalam pemulihan ekonomi dan penanggulangan penyakit koronavirus 2019 dan Pandemi COVID-19 di Indonesia. Komite ini dibentuk pada tanggal 20 Juli 2020 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020.

“Dalam lakon yang dimainkan, kami menyisipkan pesan  5 M yakni  memakai masker, mencuci tangan pakai sabun dan air mengalir, menjaga jarak, menjauhi kerumunan  sert membatasi mobilisasi dan interaksi.” Ujar Randi di sela-sela pementasan kemarin di Guns Cafe.

Selain itu, juga penyampaian program 3 T dalam penanganan Covid 19. “Adapun maksud dari mendukung 3T tersebut adalah: bersedia melakukan testing atau pengecekan kesehatan melalui rapid test dan tes swab jika diperlukan; membuka diri terhadap proses tracing atau penelusuran kontak kasus positif, serta segera menjalani treatment atau perawatan dengan benar apabila merasakan gejala Covid-19,’ tambah Randi.
Pesan-pesan itu diselipkan dalam  permainan Dulmuluk berdurasi satu jam. Randi sendiri berperan sebagai Raja Abidin Syah, sekaligus sutradara, Sementara, sang ayah yang  juga pelestari Dulmuluk tampak memberi dukungan dengan hadir di lokasi pementasan.
Berawal dari Dulcik

Karier Randi di Dulmuluk  sendiri dimulai sebagai Dulcik. Dulmuluk Cilik. Belajarnya, ya di Pemulutan. “Kalau mau belajar, kami mudik ke sana,” tuturnya. Pemulutan, termasuk wilayah Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), dan setelah pemekaran, masuk wilayah Ogan Ilir (OI).

Dulu, papar Randi yang melanjutkan pendidikan di SMPN 45 dan SMAN 10 Palembang, dia merasakan bagaimana ramainya undangan. Dalam seminggu, hanya  malam Jumat, yang kosong.

Acara yang mengundang Dulmuluk, biasanya acara hajatan semisal perkawinan, khitanan, ataupun syukuran lainnya. Namun seiring berkembangnya zaman, dan semakin modernnya peradaban manusia maka kesenian teater Dul Muluk semakin ditinggalkan. Terutama, ketika di tahun-tahun organ tunggal mulai merebak.

Skill teaternya, selain didapat dari  Dul Muluk juga didapatnya dari teater di sekolah, baik SMP maupu SMA. Yang paling banyak dan saya mulai sangat aktif di Dul Muluk itu, antara tahun 2002 hingga 2007. “Sampai-sampai terkadang sering telat ke sekolah, Karena memang pementasan itu biasanya dimulai setelah Isya sampai sekitar jam 02-00 WIB. Jadi sekitar  6-7 jam setiap mentas,” ujarnya.

Honornya, berkisar Rp 15.000 sampai pernah Rp 25.000 per orang. “Kalau untuk makan, biasanya dapat dari tuan rumah. Lumayan, idak cukup honornyo tuh,” ujarnya berseloroh.

Kondisi ini pulalah yang membuat dirinya dipaksa menyesuaikan diri. Setamat SMA, dia bekerja di Studio Musik. Sesekali, dengan kebijakan pemilik studio, dia tetap main Dul Muluk. Walau memang sudah agak berkurang. Ayahnya sendiri ketika mulai sepi tanggapan,  merapat ke instansi-instansi. Dan sering diminta tampil untuk meramaikan kegiatan-kegiatan tertentu. Dan itu bertahan hingga sekarang.

Untuk urusan musik, Randi sendiri ternyata sempat menikmati profesi pengamen, di seputaran GOR Sriwijaya, yang waktu itu halamannya dibuka untuk tempat kuliner malam hari.

Artinya, rekondisi, bagi Randi senantiasa melekat di kesehariannya. Sampai akhirnya, dia pun melanjutkan pendidikan strata 1 di Universitas PGRI Palembang, mengambil jurusan musik. Setamat itu sempat menjadi guru di Sekayu, di SMPN 6 Unggulan sebagai guru kesenian dan Eskul.

Namun, jiwa mudanya  tak mampu mengunci dirinya menghilang di dunia pendidikan. Dan, hanya setahun, dia disebut menghilang, lalu kembali ke habitatnya. Ke dunia musik dan Dul Muluk.

Ketika pandemi merebak, maka jurus rekondisinya pun seakan terusik. Protokol kesehatan yang membatasi aktivitas, membuat Dul Muluk dan juga petikan gitarnya menjadi tersendat.

Mau menampilkan Dulmuluk di daring dengan 15-20 pemain dengan durasi cerita yang panjang, tentu tidak memungkinkan.

Karenanya dia pun mengubah format Dulmuluk menjadi seperti sketsa yang pendek dan singkat, dengan durasi sekitar 3 sampai 5 menit. Kostum dan peran, tetap digunakan. Tapi cerita dimodifikasi sedemikian rupa.

Sejak  SD, Randi yang sempat tiga kali pindah sekolah, dari SDN 129 Lebak Keranji, Lalu SDN 96 Balap Sepeda, dan SDN 438 Plaju, sudah terbiasa bermain di istana negeri Barbari.

Pemain Dumuluk ini, semuanya lelaki. Kalaupun ada tokoh perempuan, pemainnya adalah lelaki. Biasanya, menurut Randi, pementasan Dulmuluk diiriingi oleh sedikitnya enam pemusik.  Terdiri dari biola,  bende (gong), jidur (beduk), dan bas senar. Karenanya, sekali naik panggung, pemain yang terlibat antara 15 sampai 20 orang termasuk pemusik.

Sempat ikut kegiatan mentas daring yang dibiayai oleh Kemendikbud, lalu juga dibiayai oleh Diknas Sumatera Barat. Lalu  dengan dana guliran dari Bank Indonesia,  mementaskan lakon Dul Muluk dengan melibatkan tiga grup Dul Muluk lainnya, Melati Jaya dan Karunia. “Itu semua merupakan bagian dari jurus dan rekondisi yang bisa saling menyesuaikan,” ujar Randi yang kini juga menguasai irama batanghari sembilan.

Diantara yang sedikit, Randi kini termasuk generasi milenial pelestari Dul Muluk dan Irama Batang Hari Sembilan. Kondisi telah mengajarkan dirinya untuk bisa selalui menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Bermain peran di panggung telah mengajari kami banyak pengalaman. Pentas di panggung dipelajari dari kehidupan sehari-hari.

“Barangkali itulah yang membuat kami bisa punya jurus bersiasat. Terbiasa bersandiwara di panggung, dan untuk bersandiwara dengan lakon-lakon itu, kami menyerap dari kehidupan sehari-hari,” ujarnya sedikit serius.

Paling tidak, manusia  memang punya kemampuan untuk bertahan dan beradaptasi. Dalam kondisi seperti apapun, seniman itu akan bertahan dan beradaptasi. Karena,  seniman itu juga manusia. Pandemi telah mengajarkan bahwa Covid 19 bukanlah penghalang untuk berkreasi. Tetapi, justru memberi pintu masuk untuk bisa bertahan dan menyesuaikan diri. (muhamad nasir)

 

Tidak ada komentar: