Sinar Harapan, 22 Juli 2009
OLEH: MUHAMAD NASIR
SH/Muhammad Nasir
Palembang – Gencarnya iklan sekolah gratis oleh pemerintah menjelang pemilu lalu, cukup berhasil menyedot perhatian masyarakat, karena di depan mata sudah terbayang enaknya biaya pendidikan gratis. Namun, soal fakta di lapangan yang ternyata banyak pungutan, itu adalah perkara lain lagi.
Di Sumatera Selatan (Sumsel), program sekolah gratis untuk semua jenjang dan tingkat pendidikan, baik swasta maupun negeri mulai dilaksanakan tahun ajaran baru 2009/2010 ini. Hanya saja, meski namanya gratis, ternyata untuk masuk, orang tua siswa tetap harus merogoh kocek hingga jutaan rupiah.
Oleh karenanya, para orang tua pun banyak mengeluhkan persoalan ini. “Katanya program sekolah gratis sudah diluncurkan, kok masih bayar? Ini mah, namanya gratis, tapi bayar,” ujar Ida Sahrul, orang tua siswa yang anaknya tidak lolos di sekolah negeri dan harus masuk ke sekolah swasta, SMA Bina Warga Palembang.
Tidak tanggung-tanggung, dia harus merogoh kocek mencapai Rp 2,4 juta untuk biaya seragam sekolah, kaos olahraga, dan sepatu serta uang pembangunan. Sementara itu anaknya yang lain yang duduk di kelas X untuk daftar ulang juga membayar Rp 940.000.
Untuk sekolah unggulan, yakni SMAN 17, SMAN 6, dan SMAN 5, biaya yang dikeluarkan justru lebih besar lagi. SMAN 17 misalnya, uang sumbangan minimal Rp 10 juta dan SPP per bulan Rp 500.000 . Begitupun SMAN 5 dan SMAN 6 yang baru tahun ini ditetapkan sebagai sekolah unggulan, uang sumbangan bervariasi antara Rp 3 juta hingga Rp 5 juta dengan SPP per bulan mencapai Rp 450.000.
Tidak Dibebankan ke Sekolah
Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Kota Palembang Drs Somat menjelaskan, dalam Peraturan Gubernur No 31 Tahun 2009 diatur bahwa biaya personal seperti stelan pakaian olahraga, pakaian seragam khas sekolah, termasuk atribut, sama sekali tidak dibebankan pada pihak sekolah.
Menurutnya, itu menjadi tanggung jawab siswa bersangkutan.Somat, yang juga kepala SMAN 13 mencontohkan, di sekolahnya total biaya personal Rp 375.000. Angka tersebut sama dengan tahun ajaran lalu.
“Besaran pungutan itu baru ditetapkan nanti dalam rapat komite sekolah. Bakal kita musyawarahkan dengan wali siswa. Kemungkinan naik atau tidaknya, tergantung kesepakatan nanti,” tegas Somat. Sumbangan personal juga bakal dilakukan oleh SMAN 2 Palembang. “Kisarannya antara Rp 300.000-375.000. Tidak dipaksakan. Semua kita serahkan kepada wali siswa dan masih akan dibicarakan lagi,” ungkap Dra Hj Amiziah. Ia memerinci biaya personal tersebut mencakup seragam sekolah (batik), pakaian olahraga, pakaian muslim, buku persiapan masa orientasi siswa (MOS), kartu perpustakaan, asuransi, dan kartu pelajar. “Untuk biaya operasional, sesuai dengan yang diatur Pergub. Non-SSN Rp 80.000 per siswa. Uang itu, diambilkan dari sharing pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Bagi sekolah, sudah SSN bisa menarik selisihnya dengan syarat ada persetujuan kepala daerah setempat,” beber Amiziah. Umumnya, pungutan juga masih tinggi. SMA Arinda misalnya, biaya daftar ulang bagi siswa yang naik ke kelas II sebesar Rp 900.000. Sementara itu, siswa yang naik ke kelas III mencapai Rp 1.020.000. “Kalau siswa baru, biaya masuknya Rp1.560.000” ungkap Efi, wali salah seorang siswa baru di SMA tersebut. Sedikit berbeda di SMA Tri Dharma. Biaya daftar ulang yang dikenakan kepada siswa kelas dua dan tiga sama, sebesar Rp125.000. Khusus siswa baru Rp 345.000. Naik Status Yang lebih membingungkan masyarakat lagi, sebagian besar sekolah di Sumsel ternyata telah naik status sehingga mereka diperbolehkan memungut biaya di luar subsidi yang diberikan pemerintah dengan syarat ada kesepakatan dengan orang tua siswa. SMAN 13 dan SMAN 2 misalnya. Saat ini, bersama 15 SMAN lain di Palembang, statusnya sudah disetujui Gubernur Alex Noerdin untuk menjadi Sekolah Standar Nasional (SSN). Persetujuan tertuang dalam Keputusan Gubernur Sumsel tentang Penetapan SSN, RSBI (rintisan sekolah bertaraf internasional), dan SBI (sekolah bertaraf internasional). “Se-Sumsel, dari total sebanyak 610 SMA/MA/SMK, negeri dan swasta, sebanyak 195 sekolah di antaranya mengajukan diri untuk mendapatkan predikat baik SSN, SBI, maupun RSBI. Gubernur pun sudah menyetujui,” ujar Widodo MPd, Kabid Pembinaan Pendidikan Menengah dan Perguruan Tinggi (Dikmenti) Disdik Sumsel. Ia memerinci, untuk SSN sebanyak 178 sekolah, SBI ada 11 sekolah, dan RSBI enam sekolah. “Setelah disetujui, semester pertama tahun ajaran 2009/2010 ini, kami bakal verifikasi lagi usulan tersebut hingga Desember mendatang. Bila tak lolos verifikasi, sekolah yang bersangkutan takkan kita terbitkan sertifikatnya. Mereka wajib mematuhi aturan program sekolah gratis,” ungkap Widodo lagi. Sementara itu, tingkat SMP/MTs (negeri dan swasta) baru 39 dari total 906 sekolah se-Sumsel yang disetujui, yakni SSN ada 32 sekolah, RSBI 3 sekolah, dan SBI 4 sekolah. Tingkat SD/MI dari 3.981 sebanyak 84 telah disetujui. Masing-masing, SSN 88 sekolah dan RSBI 4 sekolah. ”Khusus sekolah dasar belum ada yang berstatus SBI,” tutur Widodo. Kalau sekolah SSN, SBI, dan RSBI diperkenankan memberlakukan pungutan di luar ketentuan, kata Widodo. Sekolah yang Non-SSN, Non-SBI, dan Non-RSBI tidak diperkenankan. Untuk memantau, pihaknya segera mengecek langsung ke lapangan dengan melibatkan Tim Asesor. “Kalau soal sanksi, sekolah bersangkutan bakal kita beri teguran sekaligus pembinaan. Masih juga baru kita terapkan sanksi, tapi sesuai PP No 30 Tahun 1980 tentang PNS. Itu yang bisa kita lakukan sementara ini,” tegas Widodo. Di lapangan, diketahui beberapa sekolah ini memberlakukan berbagai cara menyiasati subsidi pemerintah yang diberikan sebesar Rp 50.000 untuk SD, Rp 60.000 untuk SMP, dan Rp 80.000 untuk SMA. Gubernur Berang Di SMA Nurul Iman, Sekip Palembang, misalnya, sudah menaikkan SPP di awal tahun ajaran baru sehingga kalaupun mereka menerima subsidi Rp 80.000 per bulan per siswa, orang tua siswa tetap harus membayar Rp 60.000 per bulan. ”Soalnya, SPP saat ini naik menjadi Rp 140.000 . Kata pihak sekolah, mereka memang disubsidi Rp 80.000, tetapi itu tidak cukup sehingga SPP dinaikkan menjadi Rp 140.000. Kami hanya membayar selisihnya saja, Rp 60.000, karena saat ini subsidi belum cair, kami bayar penuh. Nanti, jika subsidi cair baru akan dikembalikan,” ujar orang tua siswa yang minta namanya tidak disebut. Gubernur Sumsel H Alex Noerdin ketika dikonfirmasi soal ini terlihat berang. Menurutnya, dia sudah mendapatkan banyak laporan soal pelaksanaan sekolah gratis di lapangan. Untuk itu, pihaknya akan melakukan audit terhadap sekolah-sekolah dimaksud, termasuk memverifikasi sekolah yang kini naik menjadi SSN, RSBI, dan SBI. Alex menuturkan, permasalahan yang paling menonjol saat ini adalah menyangkut banyak SMA di Palembang yang mengaku berstatus SSN, RSBI, dan SBI untuk menghindari Program Sekolah Gratis sehingga boleh melakukan pungutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar