Selasa, 25 Agustus 2009

Pesantren Ramadan di SMAN 6 Palembang

dimuat juga di: http://www.sumeks.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=16482&Itemid=11




Kepala SMAN 6 Palembang Hj Darmi Hartati memberikan selamat kepada peserta pesantren ramadan



SMAN 6 Gelar Pesantren Ramadan


Palembang:
Menyambut dan menyemarakkan bulan suci Ramadan 1430 H, pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang bekerja sama dengan pengurus Rohani Islam (ROHIS) Ukhuwah menyelenggarakan “Pesantren Ramadan XIX 1430 H SMA Negeri 6 Palembang” yang bertujuan untuk memberikan motivasi agar para pelajar khususnya dan masyarakat pada umumnya dapat memanfaatkan bulan Ramadan ini dengan maksimal.

Acara pembukaan Pesantren Ramadan dimulai pukul 09.00 yang dihadiri oleh Sekretaris Lurah Kelurahan Talang Aman, Kepala Sekolah SMA Negeri 6 Palembang, Dra. Hj. Darmi
Hartati, MM beserta dewan guru. Acara Pesantren Ramadhan XIX ini dibuka
langsung oleh Sekertaris Lurah Kelurahan Talang Aman, Citra Martikalini, S.Stp
M.Si.

Citra yang ditemui setelah membuka acara Pesantren Ramadan XIX SMA Negeri 6 Palembang mengatakan bahwa acara yang seperti ini sangat bagus. “Harapan yang saya inginkan agar tema yang menjadi acara kegiatan ini dapat menjadi kenyataan, semoga semua peserta bisa menjadi generasi muda Islam yang unggul dan berkualitas,” ujarnya.

Kepala Sekolah Dra Hj Darmi Hartati mengungkapkan, kegiatan ini sebagai ajang untuk memperbaiki diri. Semoga Pesantren Ramadan XIX 1430 H SMA Negeri 6 Palembang ini dapat membangkitkan ghiroh (semangat) untuk terus meningkatkan kualitas amal ibadah
kita guna mencapai derajat taqwa yang kita impikan (the best dream).

Adapun tema dalam kegiatan ini, yaitu Melalui “Pesantren Ramadan XIX 1430 H SMA Negeri 6 Palembang Kita Tingkatkan Pemahaman, Penghayatan, dan Pengamatan Nilai-Nilai Keislaman Secara Benar dan Kaffah Menuju Generasi Muda Islam yang Unggul dan Berkualitas”

Kegiatan Pesantren Ramadan XIX 1430 H SMA Negeri 6 Palembang ini ditujukan
kepada Pelajar SMA Negeri 6 Palembang yang beragama Islam yang duduk di kelas X untuk kelompok Kaderisasi yang berjumlah 211 siswa.

Dan untuk kelompok Umum ditujukan kepada Pelajar SMA Negeri 6 Palembang kelas XI dan XII yang berjumlah 589 iswa.

Kelompok Kaderisasi dimulai dari Hari Sabtu-Kamis/ 22-27 Agustus 2009, pukul 07,00 WIB s/d selesai bertempat di SMA Negeri 6 Palembang. Untuk Kelompok Umum diselenggarakan pada Hari Senin-Rabu/ 24-26 Agustus 2009 pukul 08.00 WIB s/d selesai, bertempat di Masjid Nurul Fityaan.

Kegiatan pada hari ini telah dimulai dengan Tadarus Al-Qur’an oleh seluruh peserta Pesantren Kelompok Kaderisasi. Dilanjutkan dengan Tausiah dari beberapa peserta dan penampilan Nasyid Nuansa dan d’ Afwan.

Narasumber yang pertama adalah Azhari Husein, S.Ag dengan materi Pengantar Logika Berpikir. Materi disampaikan sampai pukul 12.00. Narasumber yang kedua adalah Drs. Hasyim Zam-Zam dengan materi Mengenal Allah. Materi di sampaikan dari pukul 13.00-14.30

Minggu, 23 Agustus 2009

asmara subuh




Asmara Subuh, Ajang Mencari Cinta

Palembang – Datangnya bulan puasa memberikan kesan tersendiri bagi remaja di Palembang. Hari pertama puasa tahun ini, ribuan remaja menikmati asmara subuh di pelataran Benteng Kuto Besak (BKB).



Usai sahur, memang sudah menjadi tradisi, para remaja keluar rumah, mencari udara segar. Mereka umumnya keluar beramai-ramai. Tempat yang dituju, selain BKB, juga bundaran air mancur dan jembatan Ampera.





Asmara subuh ini mulai dikenal kurang lebih tahun 1980-an di kota ini. Pada saat itu mereka banyak yang salat subuh di Masjid Agung Palembang.
Setelah salat subuh sebagian pulang dan sebagian lagi tetap tinggal di seputaran air mancur sambil menghirup udara pagi. Mayoritas yang menikmati asmara subuh ini adalah pemuda-pemudi. Dahulu kegiatan ini dikenal juga dengan "Majar" (Menunggu Fajar).
Ramainya remaja ini dimanfaatkan oleh pedagang. Karena itu, beberapa pedagang terlihat di antara para remaja, seperti pedagang balon dan mainan anak-anak. Hanya saja, pedagang makanan dan asongan tidak terlihat karena memang dalam suasana bulan puasa.





Tunggu Mentari Terbit
Para remaja mulai berdatangan sekitar pukul 05.00 WIB. Mereka datang bergerombol. Ada yang jalan kaki dan sebagian lagi menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.



Beragam aktivitas para remaja ini dilakukan untuk menghabiskan waktu menunggu mentari terbit. Mereka umumnya berkumpul dan bercengkerama. Sebagian lagi ada yang menyalakan kembang api dan mercon. Momen inilah yang juga dimanfaatkan mereka untuk mencari kenalan baru. Kalau ”sreg”, bisa saja berlanjut ke asmara subuh esoknya. Sehingga, wajarlah kalau disebut asmara subuh. Begitu setiap tahun asmara subuh berulang kala bulan puasa datang.
(muhammad nasir)
Sinar harapan edisi Sabtu, 22 Agustus 2009

http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/asmara-subuh-ajang-mencari-cinta/

Selasa, 18 Agustus 2009

Hipmi Sumsel Gandeng Pengusaha Malaysia



Karet, potensi perkebunan Sumsel yang masih terbuka untuk digarap



Pengusaha Sumsel Gandeng Pengusaha Malaysia

Palembang,Sinar Harapan

Mengoptimalkan potensi perkebunan yang ada, pengusaha Sumsel menggandeng pengusaha Malaysia untuk berinves maupun menembus pasar Eropa.

Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Sumsel Dodi Reza Alex Selasa (18/8) mengungkapkan, pembangunan daerah memerlukan akselerasi berbagai bidang. Termasuk akselerasi di bidang usaha. Tanpa peran pengusaha, pemerintah tentu sulit untuk merealisasikan rencana pembangunan.

Sumsel menurutnya, memiliki potensi yang sangat besar. Terutama dibidang perkebunan dan pertambangan. Upaya optimalisasi potensi ini dilakukan pemerintah daerah, antara lain dengan membangun pelabuhan Tanjung Api-api.

Pembangunan pelabuhan ini tentu perlu diikuti percepatan berbagai sektor. Terutama peluang investasi dari dalam negeri maupun luar negeri, termasuk negeri jiran Malaysia.
Termasuk bagaimana bisa menembus pasar eropa. Yang kalau secara langsung mungkin sulit dilakukan, dengan menggandeng pengusaha Malaysia, diharapkan sebagai langkah awal bisa dilakukan.

“Minimal melalui Malaysia, yang merupakan negara persemakmuran, produk-produk perkebunan bisa lebih diterima Eropa. Meskipun memang karena melalui negara lain tentu akan ada konsekuensi-konsekuensi tertentu,” ujarnya.

Menggandeng pengusaha Malaysia ini dilakukan HIPMI Sumsel dengan mengadakan South Sumatera Initiatives. Melalui forum ini, berbagai permasalahan diharapkan bisa dicarian solusinya. Terutama menyangkut kebijakan pemerintah dan komitmennya terhadap sektor perkebunan.

Pengusaha Malaysia dipastikan hadir, seperti dari Sime Plantation dan Sime Darby, Tenaga Nasional Berhad, Scomi Marine Berhad, Khazanah Nasional Berhad.

Ketua Panitia Yudha Pratomo mengungkapkan, komitmen dan dukungan pemerintah sanga antusias. Gubernur Sumsel H Alex Noerdin akan hadir langsung. Sementara Ketua Umum HIPMI Erwin Aksa juga dipastikan hadir dalam kegiatan yang dilaksanakan di Hotel Jayakarta, Rabu (19/8). (sir)

Kamis, 13 Agustus 2009

Larasita diwarnai pungli



Pembuatan Sertifikat Larasita Diwarnai Pungli

Palembang, Sinar Harapan

Layanan rakyat untuk sertifikat tanah (Larasita) di Palembang diwarnai lambannya pelayanan dan pungutan liar (pungli).


Puluhan warga di Kecamatan Kemuning Kamis (13/8) mengeluhkan layanan pengurusan sertifikat yang diselenggarakan BPN bertempat di kantor camat sejak pekan lalu. Mobil dan petugas Larasita dari BPN Kota Palembang tidak menepati jadwal buka pukul 09.00.
Puluhan warga itu menunggu sejak pagi dan belum dapat mengajukan permohonan sertifikat karena petugas belum datang sampai pukul 12.00. Komar, salah seorang warga, mengatakan, BPN Palembang semestinya serius menjalankan program yang diselenggarakan pemerintah itu.
"Kami menunggu di sini tanpa kepastian sejak pagi. Ini bukan kali ini saja, tapi sudah sejak Selasa pekan lalu," katanya.
Selain itu warga juga mengeluhkan adanya pungutan yang ditetapkan petugas. Besarnya mencapai Rp 100.000 per pemohon.

Awalnya warga juga tidak menyadari kalau telah terjadi pungli. Soalnya untuk mengajukan permohonan, mereka diharuskan membayar blanko pendaftaran Rp 25.000.

“Itu pun tanpa tanda terima. Lalu, setelah blanko disiapkan, saat pendaftaran dan penyerahan berkas, kami dimintai biaya Rp 850.000. Rinciannya, untuk pengukuran Rp 281.000, transportasi pengukuran Rp 50.000, panitian pemeriksa tanah Rp 343.640, tranfortasi panitia Rp 50.000, dan pendaftaran tanah Rp 25.000,” ujar seorang warga.

Beberapa warga juga sempat protes. Karena ternyata setelah ditotal ternyata biaya tersebut hanya Rp 745.000. Warga juga merasa aneh karena di tanda terima memang tidak dituliskan jumlah biaya.

Jumadil, petugas di loket menjelaskan bahwa memang sengaja dilebihkan biaya tersebut untuk biaya dan lain-lain. Sementara untuk blanko pendaftaran, memang biaya yang ditetapkan koperasi.

Warga tetap tidak puas. Mereka sebagian membayar sesuai yang diminta. Pemantauan di lapangan, warga terlihat sangat kecewa. Apalagi, petugas memang terkesan ogah melayani setelah diprotes soal selisih biaya.

Informasi yang didapat, program ini sebelumya sudah dilaksanakan di enam kecamatan dan sudah ada 450 pemohon. "Ada kemungkinan, 450 pemohon sebelumnya ini pun dikenai Rp 100 ribu selisih antara tertera di tanda terima dan yang harus dibayar. Kalikan saja, berapa jumlahnya," ujar warga lainnya.

Kepala Seksi Layanan dan Perberdayaan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palembang H Helawani Rabu (12/8) membantah kalau ada pungli.
Ketika dikonfirmasi di kantornya, dia menyatakan bahwa sudah ditegaskan bahwa Larasita justru dimaksudkan agar pembuatan sertifikat bisa menjadi lebih mudah dan murah.

Disebutkannya dari 7 kecamatan sudah tercatat 450 warga yang mengajukan permohonan pembuatan sertifikat.

Program ini sendri dimaksukan mempermudah dan mempermurah serta mempersingkat waktu penyelesaian pembuatan sertifikat. Karena selama ini ada anggapan di masyarakat bahwa membuat sertifikat itu lama, sulit, berbelit-belit dan mahal.

”Karenanya dengan program ini, diharapkan semaki banyak tanah yang bersertifikat,” ujarnya.

Program ini di Palembang, baru merupakan uji coba. Dengan menggunakan 1 unit mobil layanan. Di mobil layanan inilah, satu tim disiapkan mendatangi warga untuk mempermudah membuat sertifikat.

Saat in, menurutnya, larasita sudah dilaksanakan di Kecamatan Seberang Ulu (SU) I, SU (II), Kertapati, Plaju, Sematang Borang, Sako, dan terakhir saat ini sedang berlangsung di Kecamatan Kemuning.
Hanya saja, dia tidak bisa menjelaskan ketika dijelaskan keberatan warga adalah soal mereka membayar tidak sesuai dengan besarnya biaya yang tertulis. ”Nanti akan kami klarifikasi. Akan dicek ke lapangan dulu,” ujarnya. (sir)

Rabu, 12 Agustus 2009

pendidikan untuk guru terpencil




Sekolah terpencil di Muba, Sumsel. Para guru terpencil nantinya akan diberi pendidikan agar tak tertinggal.


Sumsel akan Buka Pendidikan Guru Terpencil


Palembang:
Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan segera membuka pendidikan untuk guru-guru di Sumsel agar kualitas mereka meningkat. Terutama guru di daerah terpencil.
Gubernur Sumatra Selatan Alex Noerdin, mengatakan pendidikan untuk guru ini bukan untuk menciptakan guru, namun pendidikan yang dikhusus untuk guru terutama mereka-mereka yang berada di daerah terpencil.
“Pendidikan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas para guru, dipilih guru-guru di daerah terpencil di Sumsel,”katanya saat menjadi pembicara di Seminar Sekolah Gratis untuk Semua di Hotel Swarna Dwipa, Selasa (11/8).
Pendidikan guru untuk meng upgrade pengetahuan guru-guru, waktunya bisa satu sampai tiga bulan dan guru-guru di asramakan.Sebab,kata Gubernur banyak guru di daerah terpencil yang tidak pernah keluar-keluar dari daerahnya.,bagaimana dia bisa mengenal metode belajar terbaru. Rencananya, kata Alex dana yang akan dipakai adalah dari APBD dan pihak sponsor.
Menurut Alex Noerdin, pendidikan untuk guru ini penting karena guru merupakan ujung tombak pendidikan.Tahap awal mungkin baru 100 guru yang akan didik
“Diharapkan tahun depan sudah bisa berjalan,”katanya.
Ade Karyana, Kepala Dinas Pendidikan Sumsel mengatakan akan segera merealiasikan pendidikan untuk guru ini dan diharapkan tahap pertama bisa berjalan dengan baik

Minta Dukungan

Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) H Alex Noerdin mengajak semua pihak untuk bersatu mendukung pelaksanaan program sekolah gratis di Sumsel yang sudah dimulai tahun ini.

Demikian dikatakan H Alex Noerdin dalam kesempatan yang sama. Selain Alex, seminar yang dihadiri ratusan praktisi pendidikan ini menghadirkan narasumber lain, antara lain Kepala Statistik Pendidikan Balitbang Depdiknas Ade Cahyana,pengamat pendidikan IAIN Raden Fatah Prof Siroji, Kepala SMAN Unggulan 2 Sekayu Wien Sukarsih, dan Wakil Kepala SMAN 20 Palembang Sukarno.

Menurut Alex,fakta menyebutkan, sebagian masyarakat Indonesia tidak sekolah dan kesulitan mengakses pendidikan karena keluarganya tidak mampu. ”Dengan program sekolah gratis,berarti kita sudah berinvestasi untuk masa depan anak-anak, bukan orang lain.

Tidak ada satu pun negara maju yang tidak memprioritaskan pendidikan,”ujar Alex. Hal inilah yang menurut dia menjadi motivator bagaimana mencerdaskan rakyat. ”Selama ini kita terlalu banyak wacana,tapi tidak ada tindakan riil,malah selalu ribut lantaran beda persepsi,” sindir Alex seraya menyebutkan,sebanyak 15 kabupaten/kota di Sumsel menyatakan dukungannya akan program ini.

Dengan demikian, sharing dana antara provinsi dan kabupaten/ kota akan semakin berimbang. ”Namun, biarlah rakyat yang menilai. Saya kembali mengajak untuk meninggalkan perbedaan dan menciptakan kesempatan untuk menggratiskan pendidikan,”imbaunya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Pendidikan Sumsel Prof Siroji mengungkapkan, tantangan terbesar dalam pelaksa-naan sekolah gratis adalah menyamakan pandangan sehingga tumbuh idealisme dan bentuk kesadaran politik.

”Untuk mencapainya, pemprov perlu mengajak semua stakeholder untuk bermusyawarah agar persepsi sama,”katanya. Dia mengkritisi Perda dan Pergub Sekolah Gratis yang dalam implementasinya kurang tepat sasaran, seperti memisahkan skema dana bos yang ditetapkan Mendiknas dengan dana sharing dalam pemanfaatannya.

Selain itu, perlu ditinjau perbedaan kondisi kebutuhanantarasekolahswastadannegeri. ”Saat ini program terlihat masih terlalu top down,perlu lamban-lamban diubah menjadi bottom up. Misalnya, melibatkan ketua yayasan lebih awal,” ujarnya. Dengan melibatkan banyak stakeholder, program sekolah gratis akan berjalan lebih baik sehingga komponen yang tidak gratis dapat dicarikan pemecahannya. (sir)

http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/pendidikan-untuk-guru-terpencil/

Selasa, 11 Agustus 2009

Rahmad Darmawan, pelatih SFC

http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/militer-yang-sukses-di-sepakbola/









Rahmad Darmawan, Pelatih Sriwijaya FC

Militer yang Sukses di Bola

Kapten Rahmad Darmawan rasanya pantas mendapat predikat pelatih fenomenal. Prestasi militer aktif ini membawa Sriwijaya FC Palembang meraih prestasi yang cukup fenomena bisa diacungi jempol.
Prestasi tersebut, mengawinkan mahkota Liga Djarum Indonesia dan Copa Dji Sam Soe belum lama ini, hingga disebut double winner pada musim kompetisi tahun lalu merupakan rekor baru. Lalu di musim tahun ini kembali menoreh rekor baru, dua kali berturut-turun tim yang dilatihnya kesebelasan wong kito, meraih juara copa.
Prestasi mengawinkan duo piala dalam satu musim tersebut sebuah cacatan fantastis dan fenomenal dalm sejarah sepakbola Indonesia, terlebih Sumatera Selatan (Sumsel) yang baru memiliki sebuah klub profesianal baru 3 tahun. Sukses tim berjuluk ”Laskar Wong Kito” ini tidak lepas dari peran pria berusia 42 tahun ini.
Begitu juga dua tahun berturut-turut menggondol juara copa. Merupakan rekor yang belum pernah ada sebelumnya.
Pengalamannya sebagai pemain di lapangan hijau berpadu dengan ilmu kepelatihan, merupakan satu kemasan baginya dalam mengarsiteki klub yang baru berusia 3 tahun setelah sebelumnya mengambil-alih dari Persijatim, (Pesija Jakarta Timur). Ilmu kepelatihan sendiri diperolehnya saat kuliah di IKIP Jakarta jurusan Kepelatihan, serta sejumlah kursus internasional yang diikutinya.
“Melatih sepakbola bukan hanya harus memiliki pengetahuan dan kemampuan tentang dasar-dasar ilmu kepelatihan sepakbola. Tidak juga hanya menyangkut cara bermain, membentuk fisik peima tetapi juga yang tidak kalah pentingnya psikologi kepelatihan. Yang terakhir ini bahkan ini sangat penting dan dominan ketika dihadapkan kendala-kendala di luar teknik sepakbola,” ujar Rahmad Darmawan., saat ditemui sela-sela penandatanganan kontrak pemain 21 SFC yang tahun ini digelari the dream team, di rumah dinas Gubernur Sumsel, Griya Agung, pekan lalu.
Bagi Rahmad, faktor psikologis tidak bisa ditawar. Saat menukangi Persipura Jayapura, ia selalu mengikuti acara religius yang rutin dilakukan pemain menjelang pertandingan. Hasilnya, ia mengantarkan Mutiara Hitam ke panggung juara Liga Indonesia 2005. Latar belakangnya sebagai anggota Marinir (kapten aktif) terkadang pula digunakannya untuk menegakkan disiplin, seperti saat seorang pemain yang terlambat datang latihan. Namun, karena tidak berhasil, diapun mengubah pola pendekatan.
Di Sriwijaya FC, Rahmad menerapkan cara sedikit berbeda tetapi tetap bermuara pada faktor psikologis pemain. Dia memadukan pendekatan kekeluargaan dan profesional. Setiap pemain adalah bagian keluarga, tidak ada yang dianak-emaskan ataupun dianak-tirikan.
Prestasi gemilang untuk pelatih lokal di tengah banjirnya arsitek asing, sempat membuatnya dicalonkan menangani tim nasional menggantikan Ivan Kolev, walau kemudian PSSI lebih memilih Benny Dollo.
Bulutangkis
Rahmad dilahirkan di Punggur, Metro. Sebetulnya putra pasangan H Sumardi dan Hj Koesila itu pada kelas III Sekolah Dasar tidak bercita-cita menggeluti sepak bola. Dia lebih memilih bulu tangkis menjadi olahraga kegemarannya. Namun, takdir menghendaki lain bagi anak kelima dari tujuh bersaudara itu.
Dia meninggalkan bulu tangkis ketika kelas VI karena lapangan yang ada di depan rumahnya lebih banyak dipakai orang-orang tua. "Akhirnya saya bersama teman-teman bermain sepak bola," kata perwira staf administrasi personalia Lantamal III.

Adalah pemberian bola dan sepatu bola dari sang ayah yang dibelinya di Palembang membuat segalanya berubah. Minatnya pun berganti ke sepakbola yang di kemudian hari melambungkan dan mengharumkan namanya. Ia juga tidak harus resah meski dalam karier kemiliteran tertinggal dari teman-teman seangkatannya.

Bagi Cek Mad, demikian warga Kota Palembang kerap menyapanya, kedua orang tuanya pihak yang paling berjasa karena dari merekalah bakat dan kecintaannya di sepakbola mulai meretas. Sejumlah nama lain seperti Tarehatta (kini pelatih di UKI Jakarta), Maruli Sianipar (mantan menajer tim Persija), Hindarto (Pelatih Persija) pun di matanya sangat berperan dan mendominasi dalam kariernya sebagai pemaian maupun pelatih. Rahmad juga memberi apresiasi tinggi kepada istrinya Eti Yuliawati (38) serta dua anaknya Febia Aldina Darmawan (14) dan Ravaldi Agung Darmawan (9) yang terus memberi dukungannya selama dirinya sebagai pelatih.

Sepabola digeluti mulai dari tim sepakbola pelajar Lampung Tengah, kemudian membela PS Tanggul Angin hingga ke PS Metro. Pelatihnya Suwartono. Di sini, timnya sempat juara Suratin Cup zona Sumsel 1983. Dia pun membela tim PON Lampung. Prestasinya, Cek Mad, panggilan akrabnya sejak menjadi pelatih SFC, menjadi top skor dengan lima gol. Juga top skor di turnamen Cakerdonyo. Lalu diapun ditarik masuk Timnas. Dari Junior hingga senior. Posisinya, biasanya striker dan wing.
Rahmad Darmawan memulai kariernya sebagai pesepak bola di Persija "Macan Kemayoran" Jakarta 1985. juga masuk Timnas U-23. Juga sempat memperkat beberapa kesebalasan, seperti Army Force Malaysia, dan Persikota.
Saat training centre lawan Bayern Urdingan (klub divisi Utama Jerman), lututnya cedera. Mimpinya tampil di Pra Piala Dunia pun buyar. Dia kembali ke Jakarta. Mulanya menjadi asisten pelatih kesebelasan Bank Indonesia. Pelatih kepala saat itu Hari Tjong. Setahun kemudian dia menjadi pelatih kepala karena Hari Tjong menjadi pelatih PS Banda Aceh.
Tahun 1990 dia mengantongi sarjana IKIP. Lalu ditawari masuk Wamil karena ketika itu TNI punya PS ABRI yang bermain di Galatama. Hingga 1997 dia memperkuat berbagai tim sampai akhirnya kembali cidera lutut kiri saat memperkuat Persikota dan akhirnya memutuskan full sebagai pelatih.
Pensiun sebagai pemain di klub Ibu Kota itu, Rahmad mencoba peruntungannya sebagai pelatih di tim ”Bayi Ajaib” Persikota Tangerang. Rahmad melatih klub berjuluk Bayi Ajaib itu selama empat tahun, mulai dari tahun 2000.
Sembari melatih Persikota, pengagum Maradona dan Piere Lisbersky ini mengasah keterampilannya sebagai pelatih dengan belajar ke manca negara. Di penghujung karirnya sebagai Pelatih Persikota, Rahmad mengantungi International Licence di bawah bimbingan Horst Kriete dan Bernd Fisher. Usai mendapatkan lisensi tertinggi itu, Rahmad langsung hijrah ke Persipura Jayapura.
Di bawah tangan dinginnya, Persipura, yang mulai pudar namanya, kembali bangkit dan meraih gelar juara LI 2005. Prestasi ini langsung melambungkan nama Rahmad. Beberapa klub dalam dan luar negeri, seperti Perak FC Malaysia dan Persebaya Surabaya, tertarik untuk menggunakan jasanya. Tetapi, Rahmad melabuhkan hatinya ke Persija.
Pilihannya kembali ke Ibu Kota itu, pada akhirnya disesali Rahmad. Suami dari Eti Yuliawati itu mengakui kesalahannya menerima pinangan Persija. Pasalnya, di Persija dia tidak bisa berbuat banyak. Rahmad tidak bisa memilih pemain- pemain yang akan memperkuat timnya, padahal memilih pemain merupakan tugas dan kewajiban seorang pelatih kepala.
"Saya akui, saya yang salah. Kenapa mau ke Persija. Saat itu saya mau ke Persija karena dijanjikan akan ada Agu Casmir (bek Timnas Singapura), Emmanuel De Porras (mantan striker Persija dan PSIS Semarang), dan Ronald Fagundes (gelandang Persik Kediri). Ternyata semua nama-nama besar itu kabur," kata Rahmad yang mengagumi pelatih Hose Moreno, pelatih Intermilan yang sebelumnya melatih Chealse.
Musim kompetisi tahun 2006 itu menjadi masa-masa paling sulit dalam karir Rahmad. Tetapi, dengan materi pemain seadanya dan bukan pilihannya --belum lagi intervensi dari berbagai pihak-- kapten Marinir itu masih bisa membawa Persija ke babak delapan besar LI dan peringkat ketiga CI. Jauh dari target yang ditetapkan, yaitu meraih salah satu gelar juara.
Terperosok di Ibu Kota , Rahmad mengikat kontrak selama dua tahun dengan Sriwijaya FC Palembang (d/h Persijatim Jakarta). Di klub ini, Rahmad dibebaskan mengatur segi teknis tim, tanpa ada intervensi siapa pun. Hasilnya, Rahmad meraih double winner di tahun pertamanya di Palembang. Padahal, pria yang hobi bernyanyi tadinya hanya ditargetkan membawa Sriwijaya FC ke zona Liga Super.
”Saya ingin membawa SFC ke jenjang atas prsepakbolaan nasional. Menjadikan tim yang disegani dan sarat prestasi,” ujar lulusan SMA Negeri Kota Gajah, Metro, ihwal obsesinya ke depan.

Pria yang bertutur lemah-lembut dan rendah hati in merasa prihtain kerapnya terjadi kerusuhan di tengah lapangan baik karena kepemimpinan wasit maupun ulah pemain yang berlebihan. Sikap dan mental pemain di lapangan, baginya sangatlah penting. Terhadap keputusan wasit yang merugikan timnya, Rahmad menekankan agar pemain jangan larut dan ikut-ikutan melakukan protes.

“(Bermain) sepakbola memerlukan konsentrasi tinggi. Semakin sering pemain melakukan protes maka mengakibatkan konsentrasi buyar. Kalau sudah demikian, maka bersiaplah menerima kekalahan, karena lawan akan memanfaatkan moment tersebut,” ujar alumnus IKIP Negeri Jakarta (Sekarang Universitas Negeri Jakarta), Fakultas Pendidikan Olahraga jurusan kepelatihan, tahun 1990. Satu angkatan dengan Syafrudddin Fabanyo, eks pemain Kramayudha Tiga Berlian (era Galatama) Palembang, pelatih fisik SFC sekarang. Rahmad yang dipanggil Cekmad ini, masuk ke IKIP lewat jalur penulusran minat dan kemampuan (PMDK).

Dua Dunia
Menggeluti dua profesi, militer dan olahraga, bagi Cek Mad, bukanlah kendala. Justru memberikan manfaat ganda.
Menggeluti dunia sepak bola, bagi RD dirasakan memberikan manfaat banyak. Melalui bola dia merasakan sangat gampang menjalin pertemanan. Lalu, baginya, sepakbola itu adalah miniatur kehidupan. Dari bola bia belajar sportivitas, team work, dan mengambil keputusan tepat dalam waktu singkat. Juga dari bola, bisa berhubungan dengan dunia yang lebih besar. Tidak sebatas lapangan bola. Tapi, dengan banyak orang dan banyak lingkungan.

Terakhir, baginya, dengan bola bisa masuk ke dunia militer melalui wamil. “Saya diterima di TNI ya karena prestasi saya di bola,” ujarnya.

Dengan masuk ke lingkungan mliter, ternyata menambah spirit. Apalagi, di militer memberkan identitas tersendiri. Di tengah masyarakat, TNI itu identik dengan ksatria. Hingga dia punya kebangaan sendri sebagai seorang militer. Di militer juga dia bisa belajar tegas. Ketegasan yang kemudian dipadukan dengan jiwa seni mengocek bola, menjadi ilmu tersendiri sebagai pelatih. Pelatih yang tegas, mengayomi, sekaligus memahami kemampuan dan kekurangan timnya.
Ditambah, TNI ternyata juga memberi keleluasaan mengembangkan karier di sepak bola. Sehingga kalaupun pangkatnyamasih di kapten, sementara rekan-rekan seangkatan sudah ada yang letkol, tidak menjadi masalah. “Di sepak bola kan tidak ada tuh, letkol kesebelasan. Yang ada, kapten kesebelasan,” selorohnya.

(sh/muhamad nasir)

Sisi Lain

Punya Suara Emas

Lagu Aku Mau milik Once Dewa melantun dari atas panggung di ruangan Griya Agung. Tepukan pun menggema. Jika tak melihat siapa yang menyanyi, mungkin ada yang salah terka. Dikira Once show di ruangan itu.

Padahal, yang di atas panggung diiringi home band rumah dinas Gubernur itu ternyata adalah pelatih SFC, Rahmad Darmawan.

Dengan modal suara itu, jika Cek Mad pun menggeluti dunia tarik suara mungkin prestasi pun diraihnya dan albumnya bisa laku keras.

Sayangnya, suami dari Eti Yuliawati ini, tidak melakoni itu. Dia masih menekuni dunia kepelatihan. “Tapi paling tidak kalau pensiun dari pelatih mungkin bisa beralih menjadi penyanyi,” seloroh Presiden Direktur PT SOM, manajemern SFC, Dodi Reza Alex.

Sang istri pun, ternyata tertarik kepadanya bukan karena suara melainkan karena klehebatannya mengocek bola. Dulu, dia kenal dengan istrinya itu karena sang pujaannya hobi nonton Persija jika main di Stadion Menteng. Istrinya itu, kebetulan adik ipar dari Kamarudin Beta, salah seorang pemain bola yang cukup disegani kala itu.

Tapi dengan suara emasnya itu, sang istri pun terhibur. Terlebih saat mereka mengisi waktu-waktu kosong. (sh/muhamad nasir)

Rabu, 05 Agustus 2009

Dodi Reza Alex Bapak Pengusaha Kecil



Sinar Harapan, rubrik tokoh dan profil edisi Rabu (5/8/2009)


Dodi Reza Alex
Menghidupkan Pengusaha Kecil
OLEH: MUHAMAD NASIR

PALEMBANG - Mengamati para pedagang kaki lima yang sering diusir oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), menjadi salah satu pertimbangan bagi Dodi Reza Alex untuk memberikan perhatian bagi masyarakat yang bergerak di sektor informal tersebut.


Tetapi dalam perkembangannya kini, bukan hanya pedagang kaki lima yang terbantu, mereka yang bergelut di sektor informal dan bermodal minim juga telah ”mencicipi” bantuan bergulirnya.
Bahkan, uluran tangan Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Sumatera Selatan ini juga telah merambah dunia kampus dan pondok pesantren. Sejak bergabung di Hipmi Jakarta tahun 2002 lalu, sejak tahun 2007, Dodi terpilih memimpin Hipmi Sumatera Selatan (Sumsel) menggantikan Afandi Uji.
”Kami menargetkan sedikitnya 10.000 pengusaha lemah di Sumsel bisa terbantu akses dan permodalan serta ilmu manajemen. Rasanya ini tidak mustahil, karena sejak dua tahun terakhir saja sudah 1.000 pengusaha lemah bisa terbantu, dengan besar pinjaman bervariasi antara Rp 500.000 hingga Rp 2 juta. Bahkan, ada yang mencapai Rp 5 juta dan Rp 10 juta, terutama kalau usahanya terus berkembang. Dengan bunga kecil, 0,5% per bulan atau 6% per tahun,” kata suami mantan presenter salah satu televisi swasta ini, Thia Yufada.
Bagi alumnus University of Leuven dan University De Bruxelles, Belgium ini, urusan pengembangan jiwa kewirausahaan memang tidak main-main. Oleh karena itu, programnya juga telah masuk ke kampus-kampus di Sumsel. Sedikitnya, sudah 100 unit usaha kecil dibantu permodalan dan bekal pendidikan.
”Kami mempersiapkan mahasiswa agar setelah mendapat gelar sarjana mereka juga memiliki jiwa wirausaha. Bantuan bergulir sebesar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta juga dikucurkan. Ditargetkan, setidaknya 1.000 usaha mahasiswa bisa dibantu. Usaha mereka tidak besar-besar amat, seperti pencucian mobil, percetakan, dan menjual voucher telepon seluler,” katanya kepada SH baru-baru ini. Perihal program kredit tanpa agunan (KTA) yang digagasnya, pihaknya menggandeng sebuah bank swasta.
Begitu pun di pondok pesantren, karena ternyata banyak usaha kecil dan koperasi di pondok pesantren yang telah tumbuh, tetapi membutuhkan bantuan dana. Hingga kini telah terjalin kerja sama dengan puluhan pondok pesantren, dan nantinya diharapkan bisa terjalin kerja sama dengan semua pondok pesantren di Sumsel. Nilai bantuan bergulir antara Rp 5 juta hingga Rp 20 juta, dan umumnya usaha berupa koperasi simpan pinjam, usaha perkebunan, maupun usaha lainnya.





Tak Perlu Agunan
”Kami memberikan akses, pendidikan manajemen, serta jaminan kepada bank. Dengan demikian para pengusaha lemah itu, baik di sektor informal, di dalam kampus, maupun di pondok pesantren tidak perlu menyiapkan agunan. Kami yang menjamin,” tambah pengurus DPP Hipmi sebagai Koordinator Wilayah Hipmi Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) ini.
Ayah dari putri kembar bernama Aletta dan Atalie ini, memang punya komitmen tinggi dalam pengembangan jiwa kewirausahaan. Di sela berbagai jabatannya di partai politik, organisasi massa (ormas), serta jabatan di organisasi olahraga, Dodi tetap memberikan perhatian bagi pengusaha kecil yang butuh modal.
Saat ini jabatannya ditambah lagi dengan posisi di Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Pusat sebagai Ketua Komite Tetap Kerja Sama Ekonomi Regional. Kesibukannya pun masih bertambah sebagai pengurus beberapa cabang olahraga. Misalnya di bidang sepakbola, Dodi menjadi Dirut PT Sriwijaya Optimistis Mandiri (SOM) yang memiliki Sriwijaya Football Club (SFC).
Sebelumnya, ia juga membina Klub Muba Hang Tuah yang sempat merajai Kobatama dan kini mulai menjajal Indonesia Basketball League (IBL). Namun kesibukannya sebagai Ketua Umum Provinsi Perbasi Sumsel, tetap tak mengurangi perhatian putra H Alex Noerdin yang lahir di Palembang pada 1 November 1970 ini, terhadap pengusaha lemah.
”Ke depan, sedang digagas kerja sama dengan perusahaan asuransi sehingga para pengusaha kecil juga mendapat perlindungan dari berbagai permasalahan, dan bisa lebih konsen mengembangkan usaha,” ujar pengusaha muda yang menguasai bahasa Inggris dan Prancis ini.
Tahap awal, bantuan KTA dihimpun dengan dana pumpunan anggota Hipmi Sumsel, ditambah dana pribadi dan dukungan berbagai pihak. Jumlah pinjamannya memang tidak begitu besar, hanya Rp 500.000 per orang. Kemudian jumlahnya meningkat setelah mendapat kepercayaan dari bank swasta di Palembang.



sisi lain
Gagal Jadi Pilot

LAHIR dari keluarga mampu, Dodi Reza Alex punya cita-cita menjadi pilot. Hanya saja, cita-citanya itu harus disimpannya dalam angan. Meski demikian, dia cukup puas bisa menerbangkan pesawat jenis Cesna 172. Dia memang telah menyelesaikan pendidikan penerbang Privat Pilot Licence pada Deraya Flying School, Halim Perdanakusumah, Jakarta.
Oleh karenanya, meski tak bisa menggapai cita-cita sebagai pilot sungguhan, ia sudah menerbangkan pesawat dengan mengantongi jam terbang 2.000 jam. Pemilik hobi mendengarkan musik ini memang kerap kali di sela-sela waktu senggangnya menerbangkan berbagai jenis pesawat.
”Cukuplah, meski bukan pesawat berpenumpang ataupun pesawat tempur, yang saya kemudikan juga bisa terbang. Pilot juga kan,” kata anggota DPR periode 2009-2014 dari Partai Golkar ini berseloroh. (sir)


http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/back_to/indeks-lalu/read/menghidupkan-pengusaha-kecil/?tx_ttnews[years]=2009&tx_ttnews[months]=08&tx_ttnews[days]=5&cHash=652feb00cb

Selasa, 04 Agustus 2009

SMAN 6 Juara artikel nasional





*Debat, Juara III

SMAN 6, Juara Nasional Penulisan Artikel APBN

Palembang:

Melly Afrisa siswa SMAN 6 Palembang menjadi juara nasional lomba penulisan artikel bertema membaca APBN siwa SMA.

Sebelumnya, Melly dinobatkan pemenang tingkat provinsi. Artikel ini kemudian dikirim ke tingkat nasional di Jakarta.

Diumumkan pekan lalu di Hotel Mercury, artikel ini dinyatakan sebagai pemenang pertama tingkat nasional. Dalam kegiatan yang digagas Departemen Keuangan bersama Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) ini juara kedua diraih Bunga dari SMAN Sidoarjo dan juara ketiga diraih Diah dari SMAN Depok.

Guru pendamping Melly, Elvi Martalinda mengungkapkan bahwa kemenangan ini merupakan prestasi tersendiri bagi sekolahnya yang tahun ini ditetapkan sebagai salah satu sekolah unggulan di Sumsel.

Melly yang tamatan SMPN 26 Palembang dalam artikelnya antara lain mengungkapkan ada beberapa hal yang menjadi alasan kenapa sekolah gratis, terutama untuk tingkat SLTA belum layak diterapkan.




Pertama, sosialisasinya masih kurang. Sehingga belum jelas yang dimaksud itu, sekolah gratis atau pendidikan gratis. Sehingga ada anggapan di masyarakat bahwa dengan program sekolah gratis yang dicanangkan dan dilaksanakan Gubernur Sumsel H Alex Noerdin, bahwa orang tua tidak mengeluarkan biaya lagi untuk sekolah anaknya.
Lalu yang kedua, mutu pendidikan masih sangat rendah. Sehingga dengan diterapkannya sekolah gratis dapat berdampak kepada mutu sekolah. Dikhawatirkan, bisa saja mutunya semakin rendah.

Faktor lainnya, sesuai dengan amanat UU Sisdiknas, bahwa pendidikan itu merupakan kewajiban dan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, orang tua, dan masyarakat termasuk pihak swasta.

Dengan sekolah gratis, peran ini menjadi tidak jelas. Dimana tanggung jawab orang tua, pemerintah, dan masyarakat. Apalagi belum disertai dengan aturan yang jelas dan detail. Sehingga bisa membuat penerapannya di lapangan menjadi tidak jelas dan jauh dari yang diharapkan.

“Juga stake holder terkait belum siap menyambut program ini. Akibatnya, program ini menjadi program yang asing. Sehingga sulit untuk bisa mencapai target dan sasaran dimaksud,” ujar Melly yang tercatat sebagai siswa kelas XII IPS 2. Atas prestasinya ini, Melly mendapatkan trofi dan hadiah uang pembinaan.

Tahun sebelumnya, Melly di kegiatan yang sama juga menyabet juara pertama. Saat itu dia menulis artikel berjudul “Adilkah Subsidi BBM bagi Kita Semua”.


Saat ini Gubernur Sumsel Alex Noerdin memang melaksanakan program sekolah gratis. Namun beragam muncul seiring pelaksanaan program tersebut.



Lomba ini diikuti peserta dari 10 kota besar di Indonesia, yakni DKI, Bandung, Banjarmasin, Yogyakarta, Bali, Makasar, Sumsel, Riau, Pekanbaru, dan Manado.

Debat
Sementara untuk debat, tiga siswa SMAN 6 Palembang, Melinda Rachmadianty, Beuty Savitri, dan Endy Agustian meraih juara III. Dalam debat, mereka harus menguasai lima tema yang ditetapkan yakni peningkatan pajak, subsidi BBM dan APBN, anggaran pendidikan, komposisi pembiayaan APBN, dan reformasi birokrasi.
Dihadapan tim juri dari Universitas Indonesia, Departemen Keuangan, dan SPS mereka mempertahankan pendapat serta mengemukakan saran dan masukannya terkait tema yang ditentukan. (**)