Kamis, 01 Oktober 2009

Profil Bambang Haryanto


SH/Muhamad Nasir
Bambang Haryanto (kanan) bersama istrinya, Ardhan Marfi, serta kedua anaknya, Adam Baharsyah dan Sunia Baharani. Pada era Orde Baru, ia sering berunjuk rasa membela hak-hak rakyat yang tertindas.



Bambang Haryanto, Selesaikan Kasus dengan Musyawarah

OLEH: MUHAMAD NASIR

PALEMBANG - Mengutamakan penyelesaian persoalan hukum dengan musyawarah di luar pengadilan, itulah prinsip yang dipegang seorang pengacara bernama H Bambang Haryanto.

”Diupayakan persoalan yang dihadapi klien diselesaikan dengan musyawarah sehingga mendapatkan hasil win-win solution, sama-sama menguntungkan dan tidak saling merugikan. Baru kalau memang menemukan jalan buntu, diselesaikan lewat pengadilan,” ujarnya. Dari sekian banyak kasus yang ditanganinya selama ini, hanya sekitar 25 persen yang diselesaikan lewat pengadilan. Tetapi kalau terkait pidana, memang harus dilakukan secara hukum.
Profesi ini telah dilakoni suami Hj Ardhan Marfi ini selama puluhan tahun. Dia menyelesaikan pendidikan S1 hukum di Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang dan memulai karier di bidang hukum pada tahun 1985 di LBH Palembang. Ketika sebagai volunteer di LBH Palembang itulah, ayah Adam Baharsyah dan Sunia Baharani ini merasakan bagaimana membantu orang, meski dari segi materi memang sulit diharapkan.
Sebagai asisten pembela sejak 1985 hingga 1995 dan menjabat Kabid Operasional LBH Palembang, tak terhitung kasus yang telah ditanganinya, baik yang menyangkut tenaga kerja, pembebasan lahan, dan hak-hak rakyat yang tertindas. Apalagi ketika era Orde Baru, tak sedikit unjuk rasa dilakukannya demi membela hak-hak rakyat.
Seperti ketika menjadi koordinator dalam menangani kasus normalisasi Sungai Sekanak tahun 1987, dia merasakan bagaimana dirinya kemudian selalu diawasi oleh intel.
Begitu juga ketika menangani kasus-kasus pembebasan lahan di era Gubernur Ramli Hasan Basri di tahun 1990-an, dia merasa diawasi intel. Apalagi, ketika itu sedang gencar-gencarnya investasi perkebunan di Sumatera Selatan, mulai dari Barito hingga PT TEL.
Dari menangani kasus-kasus yang melibatkan rakyat sebagai korban itulah, banyak pelajaran yang didapatnya, yaitu bagaimana bisa menyelesaikan kasus lewat jalur hukum yang tidak rumit. Inilah yang kemudian dipegangnya sebagai prinsip ketika mendirikan kantor hukum dengan bendera Kantor Hukum Bambang Haryanto dan Rekan.
Bangunan kantornya kecil, dengan bermodalkan tekad bersama dengan sang istri yang juga punya basis ilmu hukum. Bambang bertekad terjun penuh di bidang hukum ketika menyadari bahwa sebagai aktivis kondisi ekonominya sulit. Hal ini sangat dirasakan saat anaknya diopname di rumah sakit sehingga membutuhkan banyak biaya. ”Sudah punya anak, rumah masih menyewa dan susah ketika anak sakit, membuat saya nekat terjun sebagai pengacara profesional,” ceritanya.
Itulah salah satu alasan kemudian dia memilih keluar dari LBH Palembang dan mendirikan kantor hukum sendiri, dan sejak 2005 hingga sekarang menjadi Managing Partners Law Office Hariyanto–Nugroho dan Partners. Bambang pernah menjadi Ketua Asosiasi Konsultan Hukum Perkebunan Indonesia (AKHPI) pada tahun 2001–sekarang, Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Palembang pada 2006–2009, Ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Palembang periode 2007–2011, dan Ketua Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Perwakilan Palembang tahun 2007–2012.
Selain itu, ia aktif di organisasi yang berorientasi pada masalah lingkungan hidup seperti WARSI dan YALHI. Minat dan penguasaan aspek hukum mengenai masalah lingkungan nampak pada jenis-jenis perkara yang ditanganinya.

Arbitrase
Bagi laki-laki kelahiran Palembang, 29 Agustus 1961 ini, untuk sengketa bisnis paling efektif diselesaikan dengan putusan yang final dan mengikat melalui alternatif penyelesaian sengketa, baik melalui bentuk-bentuk alternatif tertentu maupun arbitrase (perwasitan). “Penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase diselenggarakan secara tertutup (confidential), sehingga kebutuhan akan jaminan kepastian hukum, proses yang relatif lebih singkat, dan terpeliharanya citra (image) perusahaan, akan lebih dapat diakomodasi,” ujarnya.
Atas dasar pemikiran tersebut, bersama Ketua Kadin Sumsel Ahmad Rizal pada tahun 2005, Bambang menggagas berdirinya Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Perwakilan Palembang, yang bekerja berdasarkan prinsip-prinsip independensi, otonom dan profesional.
Dengan adanya BANI, tidak terjadi lagi proses penyelesaiaan sengketa bisnis yang memakan waktu panjang dan biaya yang tidak murah. Bambang Hariyanto sendiri melalui kantor hukumnya, memfokuskan pada praktik litigasi dan nonlitigasi untuk permasalahan perkebunan/kehutanan, lingkungan hidup, pertanahan, pertambangan, dan sengketa bisnis yang sering kali muncul. Di samping itu juga menangani masalah yang berkaitan dengan perusahaan seperti kontrak, ketenagakerjaan, dan hukum bisnis lainnya.
Pengalaman dan perhatiannya yang lebih fokus pada persoalan lingkungan membuatnya dipercaya menangani kasus-kasus hukum yang dihadapi kliennya seperti PT Musi Hutan Persada (Marubeni, Jepang), Barito Pasific Group, Salim Group, Sinar Mas Group, dan beberapa perusahaan lainnya serta instansi pemerintah. Termasuk menangani persoalan hukum terkait hutan tanaman industri (HTI) di Kalimantan Timur dan daerah lainnya. n

Sinar Harapan, edisi Rabu (30/09/09) rubrik tokoh dan profil

http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/back_to/indeks-lalu/read/bambang-haryanto-selesaikan-kasus-dengan-musyawarah/?tx_ttnews[years]=2009&tx_ttnews[months]=09&tx_ttnews[days]=30&cHash=998251e389

Tidak ada komentar: