Rabu, 21 Oktober 2009

Perwira Poltabes Palembang Membunuh, Dipecat


Perwira Dipecat: Iptu Charisma Progresto direkomendasikan dipecat oleh majelis hakim dalam siding kode etik di Mapoltabes Palembang Rabu (21/10). Perwira ini, tengah dikawal usai sidang, diduga melakukan pembunuhan terhadap mantan anggota Brimob, Rosi Bambang Susanto.



*Mapolsek Mencekam Ketika Itu

Perwira Pembunuh itu Direkomendasikan Dipecat

Palembang:

Komisi kode etik Kepolisian merekomendasikan Pecat Tanpa Dengan Hormat (PTDH),terhadap terperiksa Iptu Charisma Progesto (28), dalam sidang kode etik di Aula Mapoltabes Palembang, Rabu (21/10). Terperiksa disidang karena terlibat pembunuhan pecatan Brimob, Rosi Bambang Susanto.
Ini merupakan sidang kode etik kedua bagi terperiksa. Karena pada tahun 2008 lalu Wakapolsek ini juga duduk sebagai pesakitan karena saat mengikuti tes PTIK diketahui urinenya positif narkoba. Bedanya, saat itu dia direkomendasikan tunda naik pangkat dan tidak diperbolehkan memegang senpi. Dan kasusnya sendiri tidak diproses di pengadilan negeri karena dianggap tidak cukup bukti.

Sementara dalam kasus kali ini, Charisma yang menjabat Wakapolsek Seberang Ulu juga diadili di Pengadilan Negeri (PN) Palembang.


Bintara Reskrim Polsek SU I memberikan keterangan di depan sidang etik.




Sidang yang dipimpin ketua Komisi kode etik Wakapoltabes Palembang AKBP Sabaruddin Ginting, Wakil Ketua Komisi Kompol Basani Sagala dan Sekretaris Komisi yang juga penuntut AKP A Halim, juga dihadiri pembela tersangka Iptu Charisma Progesto dari Bidang Hukum (Bidkum) Polda Sumatera Selatan (Sumsel) Kompol Y Pakpahan.

Terperiksa Iptu Charisma Progesto mengungkapkan,sebelumnya dia mendapat informasi dari warga jika di rumah saksi Boim,di Jalan KH Azhari Lorong Keramat tengah terjadi transaksi Narkoba.Kemudian, dia melihat korban Rosi Bambang Susanto, dan langsung membekuk korban, walaupun tidak menemukan Barang Bukti (BB) Narkoba.

Iptu Cahrisma mengakui, penangkapan terhadap korban tanpa sepengetahuan dan tanpa perintah Kapolsekta SU I AKP Djoko Julianto. Kemudian, saat dilakukan interogasi di ruang Unit Patroli, korban Rosi Bambang Susanto memberikan perlawanan, sehingga pelaku menembak paha kanan korban dengan Senpi yang digenggamnya.



AKP Bambang WGP, perwira pemilik senpi yang digunakan menembak korban



Lalu korban dibawa menuju rumah kosnya di Jalan Kancil Putih, dan Iptu Charisma melakukan penggeladahan namun tidak menemukan BB Narkoba.“Ya pak semua perbuatan yang saya lakukan tanpa sepengetahuan Kapolsekta, dan saya memang kenal dengan korban,”imbuhnya.

Sedangkan saksi AKP Bambang WGP, pemilik senjata yang dipinjamkan, mengaku kenal dengan Iptu Charisma saat pergantian tugas di Nangroe Aceh Darusallam (NAD) 2005 lalu.

Namun, tidak telalu akrab walaupun sempat sama-sama mengikuti pendidikan kejuruan (Dikjur) Polair. Disamping itu, Iptu Charisma juga tidak pernah menemuinya,baik di rumah maupun di mess intan sekunyit tempatnya berdomisili. “Saya percaya mengingat teman kita ini alumni Akpol perwira, Wakapolsek, sehingga saya pinjamkan, Senpi itu ilegal tapi bukan rakitan,”katanya.
Soal ini, majelis mengingat saksi bahwa mestinya dia tidak boleh menjadikan hal itu sebagai alasan untuk meminjamkan senpi. Karena pangkat dan jabatan tidak menjamin seseorang untuk tidak akan melanggar hukum. Selain itu, sebagai perwira mestinya juga menyadari meminjamkan/mengalihkan senpi itu ada prosedur dan mekanismenya. Apalagi yang dipinjamkan adalah senpi ilegal, bukan senpi dinas. AKP Bambang sendiri juga diadili dalam kasus terpisah, terkait pemilikan senjata dan dugaan terlibat narkoba.

Di persidangan terperiksa mengaku bahwa dia meminjan senpi dengan alasan untuk peningkatan pengamanan saat PAM Lebaran dan banyaknya pencurian dan kekerasan (curas0 siang hari di wilayah kerjanya. Sementara dia tidak dipersenjatai. Ini dipatahkan majelis hakim bahwa sarana dan alat PAM lebaran sesungguhnya adalah kendaraan bukan senpi. Mestinya, justru terperiksa mengamankan senpi milik AKP Bambang yang illegal. Bukan meminjamnya,

Terperiksa juga mengakui menangani sendiri kasus korban karena dia berusaha memberantas narkoba mengingat dirinya pernah tersandung narkoba. Ini pun dibantahkan oleh majelis hakim, kalau ingin memberantas narkoba mestinya pemeriksaan dilakukan sesuai prosedur dan protap. Ditangani penyidik dan tidak diborgol serta tidak ada kekerasan. “Mengapa Anda periksa sendiri, padahal ada penyidik. Kalau khawatir korban melawan, kan tidak perlu diborgol, ada banyak petugas yang bisa disiagakan saat memeriksa. Bukan justru diminta meninggalan ruangan,” kata Sabarudin Ginting.

“Bukan kah ada masalah pribadi antara Anda dan korban?” tanyalagi. “Siap tidak ada komandan,” jawab Charisma membantah.

Beberapa saksi justru menyatakan bahwa sebelumnya korban menyatakan bahwa dia anggota Brimob dan punya hubungan dengan Wakapolsek terutama berkaitan setoran. Informasinya, memang korban tidak menyediakan shabu-shabu sementara uangnya Rp 1,8 juta sudah diberikan.

href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhI2lUobmzAHwp90Vxn6rFGVFTin9S0d1lNzF-95oRxgZ5y6rLWEekVABu91nybK-d-i2oGyZiT1qCxB4ZJjffUR8z6mhlrmNQ92fhz429XHr-qYrG7KenkjMCkbnajaoFzoFb93fz6YDs/s1600-h/100_0197.JPG">
Bintara Reskrim Polsek SU I, Brigadir Firman Sawiran memberikan keterangan


Mencekam

Empat penyidik Reskim Polsek SU I, Bripka Zainal Panani, Brigadir Firman Sawiran, Brigadir Feri Agustian, Bripda Maryasi Lusino, mengaku sempat akan memeriksa korban, namun terperiksa justru marah-marah dan memerintahkan agar korban diperiksa di ruang patroli. Borgol yang tadinya dipasang diperintahkan untuk dipasang kembali. Lalu saat Wakapolsek memeriksa korban, terdengar jeritan dan teriakan “ampun komandan” dari korban.

Keempat penyidik mendengar dari ruang penjagaan bersama petugas piket Aiptu Usman. Mereka tidak berani mendekat karena takut. Suasana di Mapolsek itu ketika itu memang mencekam. “Pak Kapolsek sepertinya sangat emosi. Emosinya, tidak seperti manusia lagi Pak,” kata Brigadir Feri dan para anggota polsek yang menjadi saksi.


Iptu Charisma, usai sidang


Mencekam

Empat penyidik Reskim Polsek SU I, Bripka Zainal Panani, Brigadir Firman Sawiran, Brigadir Feri Agustian, Bripda Maryasi Lusino, mengaku sempat akan memeriksa korban, namun terperiksa justru marah-marah dan memerintahkan agar korban diperiksa di ruang patroli. Borgol yang tadinya dipasang diperintahkan untuk dipasang kembali. Lalu saat Wakapolsek memeriksa korban, terdengar jeritan dan teriakan “ampun komandan” dari korban.

Keempat penyidik mendengar dari ruang penjagaan bersama petugas piket Aiptu Usman. Mereka tidak berani mendekat karena takut. Suasana di Mapolsek itu ketika itu memang mencekam. “Pak Kapolsek sepertinya sangat emosi. Emosinya, tidak seperti manusia lagi Pak,” kata Brigadir Feri dan para anggota polsek yang menjadi saksi.

Karenanya mereka tak berupaya terlibat. Apalagi, Charisma disebutkan menenteng senpi ketika membawa korban ke mobil dari ruangan patroli. Bahkan dia mengancam untuk tidak melapor ke Kapolsek.

“Kami takut kalau melapor Kapolsek justru terjadi hal-hal lain. Selain itu, Wakapolsek memegang senjata dan emosinya tak stabil, kami takut ikut juga ditembak,” kata Aiptu Usman yang memberikan keterangan bersemangat sampai ditegur majelis hakim bahwa itu memang gayanya. “Bukan karena marah kepada majelis hakim kan,” ujar Sabaruddin Ginting yang disambut tawa hadirin.

Aiptu Usman juga mengemukakan, kalau dia melawan perintah atasan, kalau kasusnya tidak sampai seperti saat ini, dia mungkin akan mendapat masalah.


Fitria Wulandari, pacar Iptu Charisma


Majelis hakim juga mempertanyakan mengapa terperiksa masih membawa korban ke Tanjung Api-api, meskipun saat dia menelepon Kapolsek, sudah diperintahkan
untuk dilepaskan kalau tidak ada bukti-bukti. “Ingin mengungkap Bandar besarnya komandan,” kilah Charisma yang tak bisa diterima majelis hakim.
Menurut hakim, ada sisi positifnya terperiksa tidak melibatkan penyidik dan atasannya dalam kasus ini. Kalau tidak, mungkin bukan hanya dia yang duduk menjadi pesakitan saat ini.

Dalam siding ini juga terungkap bagaimana situasi di atas jembatan saat Charisma menghabisi korban dan menjatuhkannya ke bawah jembatan.

“Itu menunjukkan bahwa yang Anda lakukan seperti adegan film action. Bukan penyidikan polisi,” komentar majelis hakim.

Dalam siding ini tidak terungkap kemana senpi yang digunakan Charisma kini berada. Kalau dalam BAP disebutkan senpi itu diserahkan Maikal kepada pacar Charisma, Fitri Wulandari. Namun dalam sidang kemarin, baik Fitri maupun Charisma membantahnya. Sehingga tidak jelas di mana posisi senpi tersebut.


Iptu Charisma di depan sidang kode etik


Maikal sendiri adalah teman Charisma. Dia anggota Pol PP OKU Selatan. Saat menagih uang pembelian HP sebesar Rp 200 ribu, dia diminta membelilakban yang digunakan menutup mata korban. Juga membawa sedan milik Charisma ke arah Tanjungapi-api sampai terjadi penembakan itu. “Saat itu suara musik di mobil sangat kencang, ketika tiba di lokasi saya diminta memajukan mobil sekitar 5 meter dan tidak boleh melihat ke belakang. Saya mendengar bunyi letusan, hanya sekali,” aku Maikal.

Usai itu, dengan kendaraan yang sama, yang ditutupi nomor polisinya, Maikal diminta membawa Charisma ke Rumah Sakit Muhamad Husin (RSMH) mengobati luka tembaknya. Saat berobat, dia diminta untuk tidak menginformasikan kalau Charisma adalah polisi. Saat itu, pacar Charisma diminta datang. Dan saat itulah pula dia diminta mengamankan senpi dan diserahkan kepada wanita yang hingga siding kemarin juga hadir sebagai saksi.

Fitri, dalam siding kemarin membantah menerima serahan senpi.Padahal, dalam BAP sebelumnya dia mengakui menerima senpi itu lalu dibuang ke sungai Musi.

Ketua Komisi AKBP Sabaruddin Ginting didampingi Kompol Basani Sagala, AKP A Halim seusai sidang menyebutkan,setelah mendengar keterangan saksi-saksi terungkap jika Iptu Charisma telah melakukan pelanggaran kode etik kepolisian. Untuk itu, Komisi kode etik berkesimpulan merekomendasikan kepada Kapolda Sumsel agar Iptu Charisma Progesto di PTDH.


Iptu Charisma saat jadi pesakitan, di belakangnya terlihat sang pacar, Fitria menjadi saksi


“Sidang kode etik tidak terlalu mencari pembuktian materil,namun mencari kesalahan kode etik yang dilakukan terperiksa,”imbuhnya.

Seperti diberitakan peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh mantan Wakapolsekta SU I Palembang Iptu Charisma Progesto, yang mengakibatkan tewasnya korban Rosi Bambang Susanto, terjadi pada Senin (21/9) siang.

Setelah ditembak di ruangan Unit Patroli kemudian korban dibawa oleh tersangka ke bawah jembatan jalur 19 Banyuasin, di lokasi pembuangan itu korban ditembak kembali kemudian di buang ke sungai. Beberapa hari kemudian mayatnya ditemukan warga, sampai akhirnya terungkaplah kasus ini. (sh/muhamad nasir)

1 komentar:

Doyan Main mengatakan...

Permainan Poker Paling Seru Bersama Winning303...
Menghadirkan IG poker & IDN poker ....

Dengan 1 User ID, Sudah Dapat Bermain 8 Games Kartu Populer :
1. Texas Poker
2. Omaha Poker
3. Domino QQ
4. Ceme Keliling
5. Bandar Ceme
6. Capsa Susun
7. Bandar Capsa
8. BIG 2

Bonus New Member Slot 15%
Bonus New Member Poker 10%
Bonus New Member Sabung Ayam 10%
Bonus New Member Sportsbook & Live Casino 20%
Bonus Deposit 10% Setiap Hari
Bonus Deposit 10% Slot Setiap Hari
Bonus Deposit Sabung Ayam 5%
Bonus Cashback 5-10%
Bonus 100% 7x Kemenangan Beruntun Sabung Ayam
Diskon Togel Hingga 65%
Bonus Rollingan Slot 1%
Bonus Rollingan Poker dan Live Casino 0.5%

Tunggu Apa Lagi, Ayok Segera Daftarkan Diri Anda Bersama Kami Di Winning303
Dapatkan juga berbagai macam Bonus menarik dalam bermain Poker bersama kami.

Informasi Lebih Lanjut, Silakan Hubungi Kami Di :
- WA : +6287785425244