Seorang remaja putri etnis Tionghoa sedang melakukan sembahyang Capgomeh, di Pulau Kemaro Sabtu pagi (4/2) |
Capgomeh, Miliaran Uang Berputar
Pulau
Kemaro tidaklah luas. Di hari ke-15 setelah tahun baru imlek, puluhan ribu pengunjung memadati pulau
tersebut. Selama dua hari pulau itu pun bertabur asap hio dan gemerincing uang
pun seakan menyemburat bersama kembang api yang menerangi suasana bulan purnama
di pulau tersebut. Di Tahun naga air, rezeki kesehatan, keselamatan, dan
kesejahteraan diharapkan membias.
Puncak perayaan Tahun Baru Imlek
2563 ditandai dengan perayaan Capgomeh yang diartikan sebagai awal permulaan
membuka lembaran baru kehidupan dengan meminta keselamatan, kesehatan,
kesejahteraan dan rezeki yang berlimpah.
Di Palembang, puncak ritual Capgomeh
dilaksanakan di Pulau Kemaro yang merupakan
sebuah delta di Sungai Musi, sekitar 5 km sebelah hilir Jembatan Ampera. Di
pulau ini terdapat sebuah Klenteng Hok Ceng Bio. Tahun ini dilaksanakan Sabtu
(4/2) mulai pukul 24.00 WIB. Miliaran rupiah uang diperkirakan beredar di Palembang selama pelaksanaan
Capgomeh
Dalam perayaan Capgomeh, ribuan
masyarakat etnis Cina maupun pribumi termasuk yang datang dari berbagai kota bahkan dari luar negeri seperti Singapura dan Malaysia
berkunjung ke Pulau Kemaro untuk melakukan sembahyang atau berziarah. Perayaan
ini berlangsung selama dua hari. Mereka yang datang dari luar Sumsel bahkan
luar negeri, umumnya berada di Palembang selama lima hari.
Satu orang untuk biaya
penginapan, transport udara, laut maupun darat, dan konsumsi selama di
Palembang paling tidak menghabiskan Rp 1 juta saja, maka sedikitnya 15.000 pendatang
dari sekitar 30.000 pengunjung tersebut telah mengeluarkan uang tak kurang dari
Rp 15 milyar. Ini hitungan minimal.
Selama perayaan Capgomeh,
sedikitnya 30.000 pengunjung silih berganti mendatangi Pulau kemaro. Di pulau
ini mereka selain menyumbang juga melakukan berbagai transaksi. Seperti makan
dan jajan serta membeli berbagai perlengkapan ritual.
Untuk sumbangan saja, ujar Ketua
Panitia Chandra Husin, tahun lalu yang
malam Capgomehnya hujan, terkumpul sedikitnya Rp 1 milyar. Ditambah uang yang
beredar di pulau itu selama dua hari peryaan Capgomeh, setidak miliaran rupiah
berputar.
Sementara tahun ini, jumlahnya
tentu jauh lebih meriah. “Perayaannya juga tahun ini lebih meriah ditandai dengan
pesta kembang api dan jumlah pengunjung juga sangat banyak,” tambah Chandra
Husin yang juga Ketua Majelis Rohaniwan
Tri Dharma se Indonesia Komda Sumsel.
Multiplier effect-nya bagi Sumsel, menurut pengusaha yang juga
Ketua Walubi Sumsel Hermanto Wijaya, sangat positif menunjang perkembangan
ekonomi. Miliaran uang beredar di Sumsel. Dari berbagai transaksi pendatang
dari berbagai daerah dan juga luar negeri selama berada di Palembang. Baik untuk penginapan,
transportasi, konsumsi, dan cenderamata.
Kawin budaya
Di Pulau Kemaro perayaan Capgomeh menggambarkan kegiatan
peribadatan yang sekaligus juga merupakan ‘perkawinan’ budaya yang sebenarnya.
Selain barongsai dan liong yang meramaikan malam puncak Capgomeh --tahun
ini jatuh pada pergantian hari dari tanggal 4 Februari ke 5 Fabruari-- di Pulau Kemaro hadir pula kelompok tanjidor
dan penyembelihan kambing persembahan.
Nuansa peribadatan agama Buddha Tridharma dengan nuansa
ke-Islam-an terasa begitu kentara di Pulau Kemaro. Bercampur aroma dan padatnya asap hio yang
dibakar.Ini tidak lain karena dalam
sejarahnya Pulau Kemaro memang ada hubungannya dengan kedua agama
tersebut. Terbersit dalam legenda kisah
cinta Fatimah dengan suaminya Tan Po Han berabad-abad lalu. Oleh karena itulah,
selain bersembahyang kepada Thien (Tuhan Yang Maha Esa), umat yang
datang pun bersembahyang untuk Dewa Bumi (Hok Tek Cin Sin), Buyut Fatimah, Dewi
Kwan Im, Dewa Langit, Dewi Laut, dan juga penunggu Pulau Kemaro.
Pukul 24.00, umat dengan
dipimpin Pengurus Kelenteng, Chandra Husin akan menyembelih seekor kurban
berupa kambing hitam di depan altar Buyut Fatimah. Setelah itu, puluhan ekor
kambing lainnya yang dibawa juga disembelih. Lalu seluruh kambing yang
disumbangkan yang seluruhnya berjumlah 200 juga dipotong pada hari malam
berikutnya.
“Dagingnya kemudian dimasak
dan dimakan bersama," papar Chandra Husin, Ketua Majelis Tridharma
Sumatera Selatan (Sumsel), yang sekaligus juga pemimpin perayaan Capgomeh
di Pulau Kemaro.
Selain garu/hio, serta perlengkapan peribadatan Tridharma
lainnya yang banyak dibawa ke pulau itu, ada juga rangkaian bunga serta kambing
yang dibawa masuk ke Pulau Kemaro. Syarat-syarat upacara memang beragam,
seperti nasi kuning plus ayam panggang, nasi gemuk dan telur rebus, pisang dan
beragam buah-buahan, serta opak dan jeruk perut.
Di beberapa sudut kelenteng, syarat upacara memang tampak memenuhi
areal berdampingan dengan hio dan lilin serta garu yang dibakar.
Tampilan barongsai dan liong pun berpadu dengan tanjidor. Tampak
juga band dan organ tunggal menyemarakkan suasana sebelum puncak upacara
digelar. Juga di sudut halaman ada panggung yang menampilkan pertunjukan wayang
orang yang menceritakan legenda tionghoa. Karena suasana yang memang semarak
inilah, saat puncak perayaan Capgomeh,
Pulau Kemaro dikunjungi sekitar 20.000 hingga 30.000 umat dan pengunjung dari
Sumsel dan luar Sumsel. Pengunjung dari Singapura, Jakarta, Sumatera Utara,
Bengkulu, Lampung, Jambi, dan Bangka Belitung, terdaftar memadati perayaan Capgomeh
di Pulau Kemaro.
Jodoh
Muda-mudi memang tampak mendominasi. Hingga wajar saja, kalau
ajang Capgomeh bisa menjadi kesempatan berkenalan pemuda dan pemudi. Kalau
cocok mungkin hubungan bisa dilanjutkan pasca Capgomeh. Kalau Jodoh, bisa berlanjut ke perkawinan.
Pelaksanan ritual upacara, dimulai dengan upacara kepada Yang
Mahakuasa (Thien). Dilanjutkan sembahyang di depan altar Buyut Fatimah. Di
sini, pengunjung bisa mencoba peruntungan dengan melempar sepasang kayu yang
harus dilemparkan hingga keduanya membuka (menghadap ke atas) dan menutup (menghadap ke bawah). Saat itu,
permintaan pun diucapkan dalam hati.
Selanjutnya, sembahyang dilakukan di depan altar Dewa Bumi (Hok
Tek Cin Sin). Selesai, diteruskan di altar
Dewi Kwan Im, Dewa Langit, dan Dewi Laut. Terakhir, sembahyang dilakukan
di depan altar penunggu Pulau Kemaro.
Upacara Capgomeh, nantinya akan ditutup dengan pelaksanaan upacara
penutup yang digelar Senin (6/2). Upacara ini disebut Kho Kun. Sebagai penutup
semua pelaksanaan ibadah Cap Go Meh.
Angpao
Dijadikannya Pulau Kemaro
sebagai pusat kegiatan perayaan Capgomeh ketimbang sejumlah klenteng dan
vihara lainnya di Palembang,
menurut informasi, karena selama ini
mereka yang berdoa di Klenteng Hok Ceng Bio banyak yang terkabul doanya. Selain
berdoa kepada para leluhur, masyarakat Tionghoa yang datang ke sini pun ada
yang meminta jodoh serta meminta sukses dalam bisnis dan karier.
Di tengah rangkaian persembahyangan di Pulau Kemaro, yang mulai
ramai dikunjungi sejak Sabtu (4/2) sore, bisa dijumpai tradisi pengunjung/umat
meminjam uang kepada Hok Tek Cin Sin melalui para penuntun tradisi ini.
Pulau Kemaro membawa legenda percintaan. Dipercaya bisa membuat enteng jodoh. |
"Terserah mau berapa mau pinjamnya. Bisa lima juta, 30 juta, atau berapa. Itu
semuanya diwakili 10 buah angpao
(uang logam yang dibungkus dengan kertas merah). Angpao tersebut
kemudian dibawa pulang dan ditaruh di laci di rumah atau di kantor. Bila
berhasil, tahun depan boleh membayarnya berapa saja, Rp 100.000, Rp 50.000,
atau berapa saja. Kalau belum berhasil, tidak bayar juga tidak apa-apa,"
jelas Chandra.
Tampak memang beberapa umat memberikan sumbangan berkisar antara
Rp 20.000 hingga Rp 100.000 kepada petugas penuntun. Itu mungkin, mereka yang
telah sukses usaha maupun kariernya atau telah menemukan jodoh.
Malam puncak Capgomeh adalah pada tengah malam pergantian
hari. Meski demikian, umat yang merayakan Capgomeh datang ke klenteng
yang luasnya 3,5 hektar di Pulau Kemaro itu sejak pagi hari ini. "Bagi
umat, memang tidak diharuskan sembahyang pada tengah malam itu. Jadi, daripada
berdesak-desakan pada malam hari, banyak yang memilih datang pagi, siang, atau
sore hari. Akan tetapi, kalau mau melihat ritual lengkapnya, memang sebaiknya
tengah malam itu," tambahnya.
Serba Gratis
Chandra maupun pengurus klenteng di Pulau Kemaro lainnya mengaku
tak tahu lagi sejak kapan Pulau Kemaro jadi pusat perayaan Capgomeh Yang
jelas, dulunya Pulau Kemaro yang terletak di hilir Sungai Musi adalah benteng
pertahanan Belanda, dan kemudian sempat juga dijadikan basis pertahanan pada
saat Kesultanan Palembang berdiri. Dan
dari sejarahnya, memang perayaan Capgomeh dilaksanakan sejak zaman Belanda,
zaman Kapitan. Bedanya, kalau dulu orang naik perahu dengan didayung untuk
mencapai Pulau Kemaro.
Namun sekarang, pihak panitia menyediakan belasan kapal tongkang
yang akan hilir mudik mengangkut penumpang di dua titik pemberangkatan secara
gratis. Titik pemberangkatan pertama, di Gudang Garam, tak jauh dari Pasar 16
Ilir. Titik kedua, di eks Perusahaan Ban Intirub,di samping Pabrik Pusri.
Pengunjung hanya menyeberang melalui jembatan ponton yang disiapkan. Biaya parkir,
dijamin gratis.
Satu kapal tongkang bisa mengangkut sedikitnya 200 orang. Tongkang
pengangkut sendiri, dihiasi dengan pernik-pernik yang didominiasi warna merah.
Tampak lampion yang temaram, juga tulisan-tulisan cina. Selain hiburan organ
tunggal, di kapal tongkang juga ada yang menyediakan hiburan tanjidor.
Suasana Pulau Kemaro yang sehari-harinya relatif sepi pun kini
ramai dengan puluhan pedagang, baik pedagang keperluan sembahyang maupun
pedagang makanan, bahkan mainan untuk anak-anak. Pintu klenteng pun dibuka
lebar-lebar untuk siapa saja sehingga perayaan Capgomeh pun bukan hanya
dirasakan mereka yang bersembahyang di Pulau Kemaro, tetapi juga mereka yang
mencari penghidupan dengan berjualan di tempat itu.
Ritual sembahyang di Pulau Kemaro saat Capgome telah dimulai Sabtu (4/2) apagi. Puncak ritual Capgome dilaksanakan Sabtu tengah malam. |
Rejeki mengalir di Pulau ini. Ny purwati (50) penjual kacang
goreng misalnya bisa mengantongi sedikitnya Rp 500.000 selama dua hari
pelaksanaan Capgomeh.
Atau Abung (45), pedagang bakso mengaku sangat kewalahan melayani
pembeli. “Pokoknya lumayan lah Mas. Kalau untung bersih sih, lumayan,” ujarnya
tak mau menyebut nilai riiil. Yang jelas,
baksonya dijual di atas harga pasaran dan pembelinya seakan tak pernah
berhenti.
Ratusan pedagang tampak memadati Pulau Kemaro berdesak-desakan
diantara pengunjung. Mulai dari pedagang rokok, hingga pedagang perlengkapan
upacara seperti kembang, hio, lilin, dan kertas hua.
Di hari-hari biasa, Pulau Kemaro akan kembali sepi. Tinggal nanti
para panitia membersihkan sisa-sisa upacara. Akankah permohonan pengunjung dikabulkan
Dewa, mungkin ukurannya adalah banyak tidaknya pengunjung Capgomeh tahun
berikutnya. Karena meeka yang berhasil akan datang kembali mengembalikan uang
yang dipinjamnya ataupun membawa anak-anak hasil perjodohannya yang dipercaya
didapat setelah ke Pulau Kemaro, melaksanakan Capgomeh. (sh/muhamad nasir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar