PHK Massal Ancam Pekerja Harian di Sumsel
Palembang:
Anjloknya harga jual komoditas perkebunan mengancam puluhan ribu pekerja harian lepas (PHL) yang tersebar di Provinsi Sumsel kehilangan pekerjaan. Pasalnya,dampak krisis keuangan global yang mengakibatkan anjloknya harga jual komoditas perkebunan telah memaksa perusahaan perkebunan mengurangi volume pekerjaan. Kondisi tersebut mengharuskan pemerintah mengambil langkah cepat dalam menanggulanginya.“Kondisi saat ini membuat perusahaan mengalami kesulitan likuiditasnya, sementara harga jual produk perkebunan anjlok,” ujar Kepala Dinas Perkebunan Syamuil Chotib di Pemprov Sumsel Kamis (13/11). Syamuil menyebutkan,sekitar 400.000 hektare perkebunan inti yang ada di Sumsel telah memberikan pekerjaan kepada sekitar 100.000 PHL. Dari jumlah tersebut, diperkirakan telah terjadi pengurangan hingga 50%.“Mungkin saja perusahaan tidak memberhentikan mereka,tetapi mereka berhenti sendiri karena upahnya tidak mencukupi sebagai dampak dari pengurangan pekerjaan tadi,” ucapnya.Inilah yang harus mendapat penanggulangan secepatnya.“ Untuk itu,Gubernur telah menginstruksikan untuk mengambil tindakan secepatnya, termasuk kepada pihak swasta, seperti Hipmi, yang juga diminta untuk mengambil peran,” katanya tanpa memerinci lebih lanjut langkah yang hendak dibuat.
Menurut Syamuil,ada tiga upaya yang dapat dilakukan perusahaan dalam menanggulangi krisis saat ini,yakni dengan mendapatkan kredit perbankan, penjualan saham bagi perusahaan go public, dan menjual produk yang dihasilkan. Namun,ketiga strategi tersebut menyentuh perbankan dan harga jual produk yang terus anjlok. Dengan demikian, upaya jangka pendek yang dilakukan perusahaan tentu mengurangi volume pekerjaan.“Misalnya, jika sebelumnya penebasan setiap hari, mungkin dengan dampak ini pekerjaan itu menjadi seminggu sekali. Begitu juga dengan pekerja tukang panen yang juga mengalami hal serupa,” paparnya. Pengurangan volume pekerjaan tersebut tidak menyentuh karyawan tetap atau staf perusahaan yang terus diberdayakan. Hal itu akan membuat PHL tidak memiliki pekerjaan.“Mungkin ada perusahaan yang tidak menghentikan PHL-nya, tetapi pekerjaan PHL-nya dikurangi. Tentu akan berdampak pada upah yang mereka terima,” katanya. Apalagi, lanjut Syamuil, PHL sangat bergantung dengan upah atau volume pekerjaan yang mereka lakukan pada perusahaan. Oleh karena itu, dengan dikuranginya pekerjaan, pendapatan yang biasa diterima setiap periodenya dikurangi mengikuti pengurangan volume pekerjaan yang dilakukan perusahaan. “Jika sebelumnya dalam satu bulan 30 hari kerja, saat ini mungkin tinggal separuhnya, karena pengurangan tadi,” tandasnya.
Untuk itu, peran pihak swasta diharapkan mampu bertindak untuk menyelamatkan ekonomi daerah dari dampak krisis keuangan global. Adapun berdasarkan data Bidang Statistik Sosial BPS Sumsel,sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling dominan dalam penyerapan tenaga kerja.Berdasarkan data 2007, penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian sebesar 2.018.767 orang, naik 70.426 orang dibanding pada Agustus 2006. Sementara itu,angka pengangguran pada 2007 juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun sebelumnya. Secara umum, jumlah pengangguran terbuka mencapai 352.760 orang (10,4%) dari jumlah angkatan kerja. Dengan begitu, terjadi peningkatan sebesar 41.909 orang dibandingkan pengangguran terbuka pada Agustus 2006 sebesar 310.851 (9,3%). Sebelumnya,berdasarkan hasil laporan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Sumsel, telah terjadi peningkatan angka pengangguran sebanyak 5% dari jumlah angkatan kerja sebanyak 3.450.624 orang.Sebelumnya, Gubernur Sumsel Alex Noerdin mengharapkan, pihak swasta bersama dengan instansi terkait dapat mengambil langkah antisipatif. Sebab, harga komoditas andalan Sumsel, seperti sawit dan karet, tidak lagi memberikan angin segar. “Bayangkan saja, harga sawit yang mencapai Rp2.100 saat ini hanya bertahan pada harga Rp300 per kilogram. Begitu juga karet yang sebelumnya belasan ribu rupiah,sekarang di bawah Rp5.000 per kilogram,” katanya. Kepala BPS Provinsi Sumsel Haslani Haris melalui Kepala Bidang Statistik Sosial Dyah Kuswardani mengatakan, sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling dominan dalam penyerapan tenaga kerja. Karena itu, dampak krisis keuangan global sangat mempengaruhi volume pekerjaan pada sektor ini. (sir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar