Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan
permohonan uji materi Pasal 36, UU No 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Sebelumnya, untuk memeriksa kepala daerah atau
wakil kepala daerah membutuhkan izin presiden, kini dengan putusan MK
itu, izin presiden tidak diperlukan lagi.
Putusan MK ini di satu sisi
akan mempercepat proses hukum dan menjamin persamaan hukum setiap
warga negara, tetapi di sisi lain, juga menyimpan potensi
penyelewengan dari kemudahan memeriksa kepala daerah/wakil kepala
daerah.
Sesuai data Menteri Sekretaris Kabinet
Dipo Alam, sejak Oktober 2004 sampai September 2012, presiden telah
mengeluarkan 176 surat izin penyelidikan pejabat negara yang diajukan
Kejaksaan Agung, kepolisian serta Puspom TNI. Sekitar 74 persen dari
izin pemeriksaan itu berkaitan dengan kasus korupsi.
Sementara itu,
berdasarkan jabatan, ada 103 izin untuk memeriksa bupati/wali kota,
31 izin pemeriksaan wakil bupati/wakil wali kota, ada 24 izin untuk
penyelidikan anggota MPR/DPR, permohonan untuk memeriksa gubernur 12
izin, wakil gubernur tiga izin, anggota DPD dua izin dan hakim
Mahkamah Konstitusi satu izin.
Ada beragam tanggapan mengenai putusan
dari MK itu. Yang jelas, kepala daerah atau wakil kepala daerah
tersangkut langsung dengan putusan MK ini. Nah, bagaimana tanggapan
dari kepala daerah?
Gubernur Sumatera Selatan H Alex
Noerdin ketika ditemui usai mengikuti Upacara HUT TNI di pelataran
Benteng Kuto Besak Palembang (BKB), Jumat (5/10), mengatakan putusan
MK itu harus dihormati.
"Sebelumnya, memang pemeriksaan
kepala daerah harus seizin presiden. Namun, ketika ada keputusan,
yang menyatakan bahwa tidak perlu izin presiden untuk itu, tentu juga
harus dihormati. Saya melihat ini sebagai suatu yang positif. Silakan
saja, sepanjang tidak dijadikan sebagai alat untuk hal-hal yang
mengarah kepada tujuan yang tidak baik, tentu saja oke-oke saja,"
ujar Alex yang sempat mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI.
Menurutnya, kejaksaan ataupun
kepolisian adalah penegak hukum. "Mereka tentu bekerja
profesional. Sepanjang profesional, tentu sebagai kepala daerah juga
harus menghormati itu,” tuturnya.
Dia juga tidak melihat keputusan ini
akan membuka peluang pemerasan oleh penegak hukum kepada kepala
daerah. "Intinya, kalau memang sudah begitu mekanismenya ya kita
harus mengikuti. Itu saja," katanya.
Terobosan
Bupati Muba Fahri Azhari juga mendukung
keputusan ini karena dapat mempercepat proses penyelesaian hukum
terhadap kepala daerah yang bermasalah. "Bagi saya, ini justru
membuat kepala daerah lebih berhati-hati. Ini suatu terobosan dalam
upaya penyelesaian hukum," ujarnya.
Fahri tidak melihat kalau hal itu akan
jadi ajang pemerasan oleh kepolisian ataupun kejaksaan. Izin atau
tanpa izin presiden, menurutnya, sama saja. Kalaupun terjadi
pemerasan tentu bergantung kepada pribadinya. Bedanya, kalau tanpa
izin presiden pemeriksaan dan pengusutan bisa cepat sama seperti
penanganan terhadap pihak yang lainnya.
Wali Kota Batu Eddy Rumpoko kepada SH,
Kamis (4/10) malam, menuturkan, putusan itu bertujuan agar proses
hukum seperti penyelidikan maupun penyidikan berjalan cepat, demikian
pula dengan prinsip peradilan yang independen, equality before the
law, nondiskriminasi, dan peradilan cepat.
Menurutnya, pendapat seperti itu
sah-sah saja. Tetapi, ada hal penting lain yang juga perlu
dipertimbangkan. Bahwa dalam melaksanakan tugasnya, kepala daerah
seperti wali kota, bupati ataupun gubernur juga memerlukan
perlindungan dari atasannya.
Wali kota, misalnya, diangkat oleh
presiden dan dilantik oleh gubernur. Secara institusi, dia adalah
pembantu presiden, yang artinya pula berada di bawah perlindungan
presiden.
Jadi, untuk memeriksa wali kota, bupati ataupun gubernur,
secara etika tetap memerlukan izin tertulis dari atasannya, dalam hal
ini pesiden. Tinggal mekanismenya diatur lebih baik lagi.
Eddy Rumpoko menjelaskan, sekarang ini
menjadi seorang kepala daerah bukan dari penunjukan, tetapi dipilih
langsung. Harus diakui, banyak dari kepala daerah itu dipilih lebih
karena kepopulerannya.
Tetapi, tidak semua wali kota/bupati terpilih
itu memiliki kemampuan manajerial di bidang pemerintahan, sehingga
tidak tertutup kemungkinan seorang kepala daerah dalam melaksanakan
tugasnya melakukan kekeliruan.
Kekeliruan atau kesalahan semacam itu
kan harus dipilah. Tidak bisa langsung dinyatakan sebagai bentuk
korupsi. Apalagi kalau kekeliruan itu tersebar di publik karena surat
kaleng atau laporan LSM (lembaga swadaya masyarakat) tentu yang tidak
kredibel.
Kemudian, turun tim dari penegak hukum langsung melakukan
penyelidikan. Karena sudah telanjur diberitakan media, masalahnya
jadi bias. Buntutnya bukan lagi kebenaran dan kepastian hukum, tetapi
sudah men-judge kepala daerah bersalah sehingga mau tidak mau harus
dihukum.
Berdampak
Kondisi ini, katanya, berdampak karena
ada kepala daerah yang jadi takut membangun wilayahnya. Takut
mengelola keuangan daerah. “Ya itu tadi, karena dia takut dituduh
korupsi. Buntutnya, ya rakyat juga yang dirugikan,” tuturnya.
Kondisi seperti itu sebenarnya bisa
dihindari kalau mekanisme pemerintahan dan komunikasi/ koordinasi
antarlembaga berjalan baik.
Bila kepala daerah diduga melakukan
penyimpangan atau kekeliruan, sebenarnya mudah mengeceknya. Tinggal
minta lembaga pengawas seperti BPK atau BPKP melakukan tugasnya. Bila
dari hasil audit ditemukan ada kekeliruan, ya tinggal diperbaiki
sesuai saran yang diberikan BPK.
Terkait ketakutan adanya pemerasan oleh
oknum kepolisian atau kejaksaan terhadap kepala daerah, tak perlu
dikomentari terlalu berlebihan. Ketika informasi tentang
penyelewengan dan korupsi sudah mencuat di area publik, tak perlu
polisi maupun jaksa dengan serta-merta memanggil kepala daerah untuk
diperiksa.
Masih banyak cara untuk mendapatkan kebenaran material.
Misalnya, pihak kepolisian dan kejaksaan bisa langsung berkoordinasi
dengan BPK, sehingga bisa ditentukan layak atau tidak sebuah perkara
dilanjutkan ke proses hukum.
Bila memang tidak layak, ya pemeriksaan
perkara bisa segera diakhiri tanpa harus memanggil dan memeriksa
kepala daerah. Semua ini sebenarnya tergantung dari komunikasi
antarlembaga.(eka Susanti)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar