Gubernur Sumsel Dilaporkan Juga Terima Fee Wisma Atlet
Sidang kasus penyuapan proyek wisma atlet SEA Games XXVI 2011 di Palembang mulai digelar, kemarin (13/7), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Marketing Manager PT Duta Graha Indah (DGI) Mohammad El Idris duduk sebagai terdakwa pertama yang disidang. Dari surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) terungkap bahwa banyak pihak yang menerima suap dari pemenangan PT DGI.
Menurut dakwaan jaksa, Gubernur Sumatera Selatan (sumsel) Alex Noerdin juga dianggarkan sebagai penerima uang sebagai imbalan karena telah berjasa mendapatkan proyek. Disebut-sebut bahwa selain Sesmenpora nonaktif Wafid Muharam dan mantan bendahara umum Partai Demokrat Muhamad Nazaruddin Gubernur Sumsel juigaterima fee sebesar 2,5%.
Bahkan Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet, juga Kepala Dinas PU Cipta Karya Pemprov Sumsel, Rizal Abdullah, berserta para pengurusnya juga mendapatkan uang.
“Bahwa dari hasil negosiasi terdakwa (Idris), Dudung Purwadi (dirut PT DGI), Mindo Rosalina Manulang dan Nazaruddin, disepakati adanya pemberian uang dengan pembagian sebagai berikut: Nazaruddin 13 persen, Gubernur Sumatera Selatan 2,5 persen, Komite Pembangunan Wisma Atlet 2,5 persen, Panitia Pengadaan 0,5 persen, dan Sesmenpora Wafid Muharam 2 persen dari nilai kontrak,” papar JPU pada KPK Agus Salim saat membacakan dakwaannya.
Seperti yang diketahui, nilai kontrak pembangunan wisma atlet yang disepakati PT DGI sebagai pihak pemenang kontrak sebesar Rp191,67 miliar. Karena perbuatannya yang telah menyuap para penyelenggara negara tersebut, Idris didakwa primair dengan pasal 5 ayat 1 huruf (b) UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan dakwaan sekunder dengan pasal 13 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tipikor.
Dalam sidang kemarin juga diterangkan bahwa sekitar bulan Juni-Juli 2010 lalu, Idris bersama Dirut PT DGI Dudung Purwadi mengadakan pertemuan dengan Nazaruddin bertempat di kantor PT Anak Negeri, Jalan Warung Buncit Raya No 27, Mampang, Jaksel. Dalam pertemuan tersebut, PT DGI mengutarakan keinginannya bekerja sama dengan PT Anak Nageri yang dikenal memiliki jaringan kuat dalam pengadaan proyek-proyek di kementerian.
“Nazaruddin langsung memanggil Rosalina dan selanjutnya diminta untuk berhubungan dengan Rosalina untuk menindaklanjuti kerja sama tersebut,” tambah JPU.
Ternyata permintaan PT DGI tersebut langsung ditindaklanjuti PT Anak Negeri. Sekitar bulan Agustus 2010 di sebuah restoran di kawasan Senayan, Rosalina dan Nazaruddin mengadakan pertemuan dengan Sesmenpora Wafid. “Dalam pertemuan tersebut, Nazaruddin menyampaikan, jika ada proyek di Kemenpora agar PT DGI diikutsertakan,” imbuh Agus.
Sebulan kemudian, giliran Rosalina yang memperkenalkan Idris dan Dudung kepada Wafid dalam pertemuan ruang kerja Sesmenpora. Nah, di situlah Dudung meminta agar perusahaannya diberi kesempatan untuk berpartisipasi mengerjakan proyek pembangunan wisma atlet di Palembang.
Mendapatkan lampu hijau dari Wafid, Rosalina dan Dudung pun langsung bergerilya ke Palembang. Keduanya langsung melobi Ketua Komite Pembangunan Wisma Atlet Rizal Abdullah di Palembang. Mereka intensif mengadakan beberapa kali pertemuan hingga akhir 2010.
Akhirnya pada Desember 2010, PT DGI diumumkan sebagai pemenang proyek pembangunan wisma atlet. “Sebelumnya, terdakwa menawarkan fee 12 persen dari nilai kontrak kepada Nazaruddin selaku anggota DPR yang membantu pemenangan PT DGI. Namun Nazaruddin keberatan dan meminta 15 persen. Akhirnya disepakati 13 persen,” ucap Rachmat Supriady, anggota JPU yang lain.
Memenuhi janjinya, pada Februari 2011 Idris kembali ke kantor PT Anak Negeri dan menyerahkan cek senilai Rp4,34 miliar untuk Nazaruddin. Namun janji untuk memberikan fee kepada Wafid belum juga direalisasikan. Hingga akhirnya pada bulan Maret Wafid meminta bantuan Rosalina agar menyampaikan permintaan terkait fee yang dijanjikan kepada Idris.
Akhirnya, bagian untuk Wafid baru diserahkan pada tanggal 21 April sore di kantor Sesmenpora. Saat itulah Idris, Rosalina dan Wafid langsung ditangkap KPK atas tuduhan melakukan tindakan penyuapan kepada penyelenggara negara.
Dalam dakwaan tersebut, KPK juga menyebutkan dengan jelas siapa saja yang menerima aliran uang pembangunan wisma atlet di antaranya adalah Ketua Komite Rizal Abdullah Rp400 juta, Sekretaris Komite Musni Wijaya Rp80 juta, Bendahara Komite Amir Faizol Rp30 juta, Asisten Perencanaan Aminuddin Rp30 juta, Asisten Administrasi dan Keuangan Irhamni Rp20 juta, Asisten Pelaksana Fazadi Abdanie Rp20 juta.
Selain ke pengurus komite, uang suap juga mengalir ke para panitia pengadaan barang dan jasa wisma atlet. Mereka adalah Ketua Panitia M Arifin Rp50 juta. Sedangkan para anggotanya, Sahupi Rp25 juta, Anwar 25 juta, Rusmadi Rp50 juta, Sudarto Rp25 juta, Darmayanti Rp25 juta, Heri Melta Rp25 juta.
Terpisah, juru bicara KPK Johan Budi menegaskan pihaknya akan mendalami keterlibatan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin yang namanya dicatut sebagai pihak yang menerima fee sebesar 2,5 persen. “Kami akan mengembangkan semua informasi yang terungkap dalam persidangan para terdakwa kasus wisma atlet,” katanya.
Namun dia mengaku bahwa pihaknya sama sekali belum pernah memeriksa Alex sebelumnya. Nah, kata Johan, yang sebelumnya pernah diperiksa para penyidik yang terbang ke Palembang justru Ketua Komite yang juga Kepala Dinas PU Cipta Karya Sumsel Rizal Abdullah. “Yang jelas kami akan mendalami peran mereka,” tutur pria yang juga mendaftar sebagai pimpinan KPK itu.
Tak Kenal
Gubernur Sumsel Alex Noerdin melalui Kepala Biro (Karo) Humas dan Protokol, Setda Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel Robby Kurniawan, angkat bicara soal dugaan suap Wisma Atlet di Palembang, yang menyeret nama Gubernur Sumsel hingga anggota panitia lelang yang diduga menerima jatah 2,5% dari total nilai proyek sebesar Rp191,6 miliar dari PT DGI.
Robi menuturkan, Gubernur mengaku tidak mengenal Manajer Marketing PT DGI, Mohammad El Idris maupun Mindo Rosalina Manulang.
“Jadi disini, dapat kami sampaikan bahwa bapak Gubernur Sumsel Alex Noerdin tidak kenal dengan El Idris atau Mindo Rosalina dari PT DGI. Gubernur juga tidak pernah meminta apapun terkait kegiatan pembangunan Wisma Atlet,” terang Robby di ruang kerjanya.
Robby menerangkan,fakta di persidangan soal dakwaan terhadap Manajer Marke-ting PT DGI selaku pemenang tender proyek Wisma Atlet SEA Games di Jakabaring, yang dibacakan JPU Agus Salim di PN Tipikor, Jakarta, kemarin, belum dapat dibuktikan sebelum adanya kata pembuktian.
Justru, kata Robby, Pemprov Sumsel bersyukur telah diberikan keper-cayaan oleh pemerintah pusat untuk menjadi tuan rumah pelaksanaan SEA Games XXVI yang bakal digelar November, mendatang. Karena pembangunan Wisma Atlet di Sumsel yang didanai pemerintah pusat nantinya menjadi aset Pemprov Sumsel.“ Jadi Gubernur Alex Noerdin tidak pernah menerima apapun terkait proyek Wisma Atlet tersebut. Semuanya itu, akan terbukti melalui fakta-fakta di persidangan nantinya,” jelasnya.
Sayangnya, sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Sumsel yang disebut dalam surat dakwaan yang diduga menikmati uang suap dari PT DGI,sebagai pelicin untuk memenangkan tender proyek pengerjaan Wisma Atlet seperti Kadis PUCK Sumsel Rizal Abdullah maupun Kadispora Sumsel Musni Wijaya,tak berhasil dimintai komentar. (sir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar