PALEMBANG – Sastrawan asal Palembang, M Iqbal Jaya Permana, kembali meluncurkan buku teranyarnya bertajuk Seluang Poetika kemarin.
Dalam buku setebal 52 halaman itu, Iqbal mencoba mengangkat ke permukaan berbagai diksi lokal yang nyaris terlupakan, salah satunya antu banyu. Menurut pegawai Bank Pembangunan Daerah Sumsel (BPDSS) ini, diksi lokal memang sudah lama mendapat perhatiannya lantaran memiliki kekayaan seni yang tak ternilai. Menurutnya, diksi lokal punya nilai jual yang lebih besar, khususnya untuk menarik perhatian penulis dari luar negeri. “Diksi lokal itu sangat menarik karena mampu memancing minat orang luar untuk memahami lebih jauh budaya asli kita.Buktinya,baru sekali diluncurkan, ada penulis dari Swedia yang tertarik menerjemahkannya,” ujar Iqbal seusai peluncuran bukunya di toko buku Gramedia, Palembang, kemarin.
Untuk tahap awal, tak kurang 1.000 eksemplar buku bersampul gambar kain tradisional Palembang itu akan dipasarkan. Lewat buku ini pula. dia berharap kekayaan diksi lokal di Sumsel,mulai antu banyu, pulun buaye,sampai barabah gadang, dapat dipertahankan, bahkan dijadikan brand yang tak kalah nilai tawarnya dengan brand-brand yang sudah lebih dulu terkenal. Seluang sendiri sengaja dijadikan judul untuk memberikan gambaran bahwa sesuatu yang khas dan bernuansa lokal sebenarnya memiliki nilai tawar yang tinggi.Seperti halnya ikan seluang, jika dulu hanya dianggap sebagai penganan biasa, kini karena kekhasannya, seluang justru sudah menjadi sajian wajib di restoran eksklusif.
Dalam buku, tak kurang 46 kumpulan puisi sudah dibuat Iqbal sejak beberapa tahun terakhir.Melalui puisi ini pula, pembaca diajak mengenali berbagai budaya lokal yang terdapat di Sumsel,seperti Dusun Sungai Rotan,Muaraenim, hingga Pulau Lima di Bangka Belitung. “Lewat buku ini, secara tidak langsung saya ingin mengajak pembaca meninggalkan sejenak Facebook, BBM, Twitter, dan jejaring lainnya untuk lebih dekat dengan kekayaan di sekitar,”tuturnya.
Sementara itu, pemerhati sastra Syamsul Noor Al-Sajidi yang hadir dalam peluncuran kemarin mengatakan,kehadiran buku yang diciptakan Iqbal bukanlah membuat genre baru, melainkan mengalirkan arus yang sudah ada sebelumnya dengan memanfaatkan kesusastraan Melayu. “Penulis sangat piawai. Dia cerdas meramu diksi-diksi yang ada dan sudah dekat dengan masyarakat, kemudian menumpahkannya. Jadi, buku ini akan mudah diterima karena diksi ini sebenarnya memang sudah familier di kalangan masyarakat,”pungkasnya. komalasari
Sumber: Seputar Indonesia, Kamis 19 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar