Minggu, 22 April 2012

UN Jangan Dipolitisasi


UN Jangan Dipolitisasi


Pengamat pendidikan Dr H Syarwani Ahmad mengemukakan, pelaksanaan UN semata-mata untuk mengukur keberhasilana belajar siswa. Karenanya, jangan sampai dipolitisasi sehingga bisa berdampak negative bagi perkembangan dunia pendidikan.
“Harus dipisahkan antara ranah politik dan ranah pendidikan, Jangan sampai anak didik yang menjadi korban,” ujar Syarwani yang juga Ketua DPD PGRI Sumsel.
Menurut Rektor Universitas PGRI ini, siswa tidak tahu apa-apa soal politik. Mereka hanya mengikuti aturan yang ditetapkan. Karena saat ini pemerintah menetapkan UN dilaksanakan, mereka pun mengikuti itu.

Terpisah, pengamat pendidikan sekaligus Ketua Dewan Pendidikan Sumsel M Sirozi mengemukakan, berbagai dugaan kecurangan dalam pelaksanaan UN  perlu mndapat perhatian.
Menurut dia, jika UN masih dipolitisasi, hasil UN sulit objektif,apalagi masalah yang muncul dalam pelaksanaan UN sudah sangat terstruktur.
Saat ini,kata dia,kekurangan soal dan LJK hanyalah bersifat teknis dan bisa dengan mudah diantisipasi. Namun, yang justru perlu diperhatikan adalah akuntabilitas UN itu sendiri. Belum lagi, hasil UN sangat diragukan, karena banyak kepentingan segelintir maupun sekelompok orang atas hasil UN itu. “Jadi, sekarang ini UN bukan lagi masa depan siswa,tapi juga masa depan gubernur, wali kota, bupati, kepala dinas dan kepala sekolah,” tuturnya.
Menurut dia, UN tidak bisa lagi objektif, jika semua orang sudah beranggapan bahwa tingkat kelulusan UN akan memberikan dampak positif dalam karier seseorang. Jika itu terjadi,semua pihak yang berkepentingan tentu akan melakukan segala cara agar hasil UN ini dapat mencapai target yang ditetapkan. Dia pun menyampaikan, kesalahan UN seharusnya bukan lagi disasarkan kepada siswa, tapi lebih kepada sumber masalahnya yakni pengelolaan soal.
“Tidak mungkin siswa berani, kalau tidak dapat bocoran. Yang perlu dicari tahu itu bocorannya dari mana,”tukasnya. Lebih jauh dia menyatakan, sebagai salah satu instrument untuk mencapai pendidikan berstandar nasional, UNiniterkesan dipaksakan. Sebab, masih banyak sekolah ataupun madrasah yang belum memiliki standar nasional,yang dipaksakan ikut melaksanakan UN.
Harusnya, kata dia,UN ini hanya diikuti sekolah- sekolah yang sudah berstandar RSBI atau SSN. “Walaupun pemerintah mengatakan UN ini baik, tapi kenyataan di lapangan tidak bisa dibantah. Ketika ada target tingkat kelulusan harus tinggi, tentu segala cara akan ditempuh, termasuk dengan melakukan dugaan-dugaan kecurangan. (sir)

Tidak ada komentar: