Minggu, 08 April 2012

Dunia Tanpa Lelaki, Novel dari Balik Jeruji






Berangkat dari keinginan untuk mengubah pandangan buruk masyarakat terhadap penghuni lembaga pemasyarakatan (lapas), Desrina Ribhun menulis dan menuangkan pengalamannya selama berada di dalam bui.


Buku pertamanya itu diberi judul Dunia Tanpa Lelaki dan telah dirilis 2011 lalu.Adapun proses penulisan hingga proses cetaknya ternyata menghabiskan kurang lebih satu tahun. Penerbitannya pun didukung langsung oleh Gubernur Sumsel Alex Noerdin.Sementara penulisan dan editing dilakukannya sendiri dengan dibantu keluarga. “Pertama ditulis tangan selanjutnya keluarga yang mengetiknya di luar lapas,” tutur Desrina yang ditemui SINDOdi lapas wanita kelas IIA Palembang,beberapa waktu lalu. Diakuinya,pembuatan buku ini tidak menyiapkan apapun kecuali untuk memberikan yang terbaik.

Isinya merupakan pengalaman pribadi yang menceritakan kehidupan di balik jeruji,mulai dari introspeksi diri hingga pengamatannya pada beragam perilaku unik penghuni lapas lainnya.Saat ini buku Dunia Tanpa Lelaki sudah masuk 1500 cetakan yang pendanaannya dibantu dari Pemprov.Tidak hanya itu, Desrina pun tengah menyelesaikan proses penerbitan buku kedua Dunia Tanpa Lelaki.Sementara draft buku ketiga Dunia Tanpa Lelaki sudah memasuki 80% penulisan.

Bila dibandingkan dengan buku pertama,jelasnya,buku kedua dan ketiga akan lebih menonjolkan kisah lucu dan unik dari semua kegiatan di lapas.“Dunia tanpa lelaki itu hanya judul agar lebih menarik pembaca,dan ini akan menjadi trilogi.Kenapa Tanpa Lelaki yang saya pilih untuk judul,karena lapas wanita memang tidak ditemukan lelaki kecuali bayi dan petugas jaga yang berada di luar blok,”ujarnya bersemangat. Perempuan yang lahir pada 12 Desember 1983 ini berharap karya tulisnya ini bisa bermanfaat bagi yang membaca.

Sehingga masyarakat mengetahui bahwa semua yang menjadi warga binaan lapas bukanlah orang-orang yang buruk dalam berperilaku. Dengan dihadirkannya buku ini pula dia dan rekan-rekan berharap,masyarakat luas tidak lagi mendiskreditkan para binaan pemasyarakatan karena mereka dibina untuk menjadi manusia yang lebih baik di sana. Menurutnya,lapas atau penjara boleh saja dianggap sebagai kehinaan di mata banyak orang,tapi dia dan rekan-rekan warga binaan berusaha untuk menjadikannya sebagai sarana mendekatkan diri pada Yang Kuasa.

Mereka pun menyepakati kata pepatah yang menyebutkan orang-orang seperti mereka bukanlah orang yang tidak pernah berbuat kesalahan “Orang boleh menganggap kami manusia yang bersalah dan layak dihukum seberatberatnya. Tapi,kami berkeyakinan bahwa kami justru orang-orang yang beruntung yang dipilih Tuhan untuk diuji dan diperingatkan agar kembali ke jalan-Nya,”seru Desrina. Desrina menuturkan,hal pertama yang akan dilakukan saat sudah bebas nanti adalah meminta maaf kepada mereka yang pernah tidak sengaja dikecewakan,terutama orangtua dan keluarga besar.

Kemudian,dia akan melanjutkan usaha butiknya yang selama dua tahun ini tak terurus.Diakuinya,selama di dalam lapas,hanya bisa berdoa dan berusaha untuk menjadi lebih baik karena ingat pada pepatah orang bijak itu adalah orang yang bisa menjadi lebih baik.

YULIA SAVITRI
Palembang



Sumser: Seputar Indonesia, Senin 9 April 2012

Tidak ada komentar: