62,7 Persen Remaja SMP Tak Perawan
Oleh
Web Warouw
Jakarta-Otak merupakan organ yang mengolah informasi, apa saja yang bisa dilihat dan didengar dari lingkungan. Pornografi yang diterima oleh otak pada anak akan merusak otak sehingga menyebabkan gangguan inteligensia.
Kerusakan otak tersebut dapat dibuktikan dengan kerusakan fisik dan radiologis, serta dapat dalam bentuk manifestasi gangguan perilaku.
“Jika gangguan ini meluas dalam masyarakat, akan memperburuk kesehatan fisik, mental, sosial, dan menghancurkan sendi tatanan masyarakat disertai penurunan kemampuan intelegensia secara umum,” kata Kepala Pusat Intelegensia Departemen Kesehatan Dr Jopisal Janes di Jakarta, Senin (2/3).
Menurutnya, pornografi mengubah pola perilaku seseorang, apalagi jika disertai dengan kerusakan sel-sel otak akibat narkoba. “Informasi pornografi direkam dan diatur oleh otak. Sel-sel otak menyimpannya di dalam neurotransmiter dan keluar sebagai intuisi pada perilaku,” jelasnya.
Melalui pendidikan agama secara dini, anak-anak diharapkan bisa menjaga etika, moral dan ajaran agamanya. Sehingga mereka bisa menyadari bahwa semua yang dilakukan itu ada konsekuensinya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Bidang Peningkatan Pemeliharaan Kemampuan Intelegensia Kesehatan Dr Adremaeza menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada data dan penelitian tentang seberapa banyak anak yang sudah terpapar dan terpengaruh oleh pornografi. Yang pasti, seksualitas pada anak akan memengaruhi kepolosan otak dan memacu zat-zat tertentu yang akan merangsang intuisi anak pada perilaku.
Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan Dr Ratna Rosita juga menegaskan bahwa kondisi pendidikan seks pada anak akan ikut memengaruhi anak dalam membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Menurutnya, pendidikan seks di tingkat SMP dan SMA saat ini sudah cukup terbuka, namun perlu ditingkatkan lagi, karena industri pornografi lebih canggih daripada pendidikan yang didapat di sekolah.
Yayasan Kita dan Buah Hati menemukan data pada 1.625 siswa kelas 4-6 SD di Jabodetabek, sepanjang tahun 2008, bahwa 66 persen dari jumlah tersebut menyaksikan pornografi lewat media, yaitu 24 persen komik, 18 persen melalui games, 16 persen situs porno, 14 persen film, 10 persen VCD dan DVD, 8 persen lewat handphone, serta 4,6 persen lewat majalah dan koran. Dari jumlah itu, 27 persen melihat karena iseng, 10 persen terbawa oleh teman, 4 persen takut dibilang kuper (kurang pergaulan).
Ternyata anak-anak ini melihat pornografi sebanyak 36 persen di rumah dan kamar pribadi, 12 persen di rumah teman, 18 persen di warnet, 3 persen di rental. Ketika ditanya apa perasaan mereka saat melihat materi porno, sebanyak 43 persen mengaku merasa jijik dan 27 persen mengatakan biasa-biasa saja. Reaksi anak-anak sebanyak 7 persen mau muntah, 5 persen takut, dan 4 persen terangsang.
Survei Komnas Perlindungan Anak terhadap 4.500 remaja di 12 kota besar di Indonesia tahun 2007 menunjukkan, 97 persen pernah menonton film porno, 93,7 persen pernah berciuman, petting dan oral seks, 62,7 persen remaja SMP tidak perawan, dan 21,2 persen remaja SMU pernah aborsi.
Sementara itu, data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa setiap tahunnya, 15 juta remaja mengalami kehamilan dan 60 persen berusaha mengakhirinya. “Hal ini wajar karena mereka sudah terpapar pornografi sejak balita,” ungkap Elly Risman, Ketua Yayasan Kita dan Buah Hati. n
Copyright © Sinar Harapan 2008
Dikutip dari Sinar Harapan edisi Senin 2 Maret 2009 halaman utama
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0903/02/sh05.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar