Minggu, 01 Maret 2009

Tria Gunawan: Songket pun Dibatik




Tria Gunawan di rumah busananya di Jl Anggar Blok E-11 Kawasan Kampus, Palembang. Songket tembaga jadi andalannya, ditambah modifikasi.












Pegawainya sedang menambah pernik-pernik pada busana rancangannya.







Membatik Songket, Menuai Hasil




Oleh
Muhamad Nasir

Palembang - Kain songket merupakan warisan lelulur yang memiliki nilai tinggi. Kesulitan menenun dengan motif keemasan, membuat kain ini memiliki nilai dan harga cukup mahal.

Hanya saja, motifnya yang terbatas tentu membuatnya sulit bersaing di pasaran. Karena itu, Tria Gunawan berpikir bagaimana caranya supaya songket tetap diterima pasar dan harga jualnya tetap tinggi.
Tria mengkui, kalau soal harga, untuk kain songket yang sudah lama tentu tidak masalah. Namun, dari sisi bisnis jadi kurang menguntungkan karena yang terjual tidak banyak dan bisa dihitung dengan jari. Untuk jenis songket lama, peminatnya adalah para kolektor.





Penenun sedang mengerjakan songket-songket untuk rumah busananya.








Tria Gunawan adalah seseorang yang tidak selalu dituntut untuk terus berkreativitas. Waktunya banyak dihabiskan untuk membuat bagaimana supaya songket menjadi lebih indah dan variatif sehingga tetap diminati masyarakat. Salah satu bentuknya adalah dengan membuat songket menjadi blus, rok dan yang lain.
Untuk menjadikan songket lebih menarik, Tria menggunakan berbagai bahan tambahan, di antaranya benang emas dan tembaga. ”Dulunya yang biasa dipakai adalah benang emas, tetapi sekarang sudah mulai menggunakan benang tembaga,” kata Tria.

Dapat Upakarti
Ide kreatif Tria membuahkan hasil berupa penghargaan upakarti yang ia terima pada tahun 2006. Bentuk ide kreatif itu dengan memodifikasi songket tembaga dengan kain jumputan dan songket bordir. Bahkan, Tria bisa memodifikasi kain songket dengan batik. Ilmu membatik ia peroleh ketika mendampingi suaminya melanjutkan pendidikan di Yogyakarta. ”Khusus untuk songket yang dipadu dengan batik. Tahap awalnya adalah dengan membuat songketnya dulu, setelah itu baru dibatik,” kata Tria, yang memamerkan songket paduannya di butik miliknya.




Menata produk di rumah busana bisa menambah daya tarik.







Untuk menghasilkan kain songket dengan berbagai paduan dalam jumlah besar, Tria saat ini mempekerjakan 50 penenun serta belasan pekerja dengan tugas membordir, menjahit, membuat pola sampai memasang manik-manik. Tidak hanya itu, di tempat usaha yang kini dikembangkan, Tria juga mengontrak ahli motif songket yang dinilainya mampu menguasai teknik mencupit (merancang motif). ”Kalau order lagi banyak, saya memberdayakannya pada penenun lepas yang tinggalnya tidak jauh dari tempat usaha saya,” kata dia.
Awalnya, kata Tria, yang dikerjakan adalah songket yang dipadu dengan kain jumputan. Ternyata setelah dilempar ke pasar, kain songket yang dipadu dengan jumput buatan Tria diminati banyak orang. Sejak itu, Tria keluar dari pekerjaannya di sebuah bank dan membuka butik di rumahnya.
Kreasi Tria memang unik. Selain mendesain bahan baku berupa kain jumputan, Tria pun mendesain bahan jadi berbentuk baju, rok dari bahan tersebut. Tak kalah menarik, ia yang memiliki keahlian secara otodidak ini pun menyiapkan sepatu, sandal, tas yang diambil dari sisa-sisa bahan untuk melengkapi setelan baju yang dikenakan. Bahkan, pernak-pernik aksesori seperti kalung, anting, cincin yang siap dipadankan dengan setelan baju yang dikenakan pelanggan.





Karyawannya sedang membordir









Untuk mengerjakan satu setel songket (kain plus selendang) diperlukan waktu sekitar dua minggu. Itu pun baru berbentuk bahan polos, belum dimodifikasi macam-macam. Seperti menyiapkan benang, motif (mencupit) yang juga membutuhkan waktu dua minggu lamanya.
Karena itu, kalau memang butuh bahan lebih banyak order akan diserahkan kepada koordinator. Mereka inilah yang akan menunjuk penenun songket berpengalaman untuk disetor kepada Tria. Saat ini, dia memiliki beberapa koordinator. n




Tria Gunawan mendapat upakarti atas kreativitasnya

















Dimuat Sinar Harapan edisi Sabtu, 28 Februari 2009 Halaman UKM
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0902/28/ukm01.html

Copyright © Sinar Harapan 2008

Tidak ada komentar: