Rabu, 04 Februari 2009

Resensi Kumpulan Cerpen Kaos Politik





Kaos Politik, Prosa Bersetting Daerah yang Dinanti
Judul: Kumpulan Cerpen Koran ”Kaos Politik’
Penulis/Editor: Muhamad Nasir/Arif Ardiansyah
Halaman: 116 + xxi
Penerbit: CV Anugerah Pena Presindo
Terbit: September 2008


Ketika membaca cerpen Kaos Politik karya Muhamad Nasir ini, kita merasakan betul di mana kita tinggal. Memang tidak banyak karya sastra yang dapat dihasilkan oleh pengarang-pengarang dari daerah kita ini. Dalam tahun 2008 ini saja hanya kumpulan cerpen Kaos Politik yang menghiasi ranah sastra daerah Palembang. Mungkin karya Muhamad Nasir ini mengobati kerinduan kita akan suatu karya sastra yang mengambil setting bumi wong kito Palembang.
Kekuatan buku ini terletak dalam pengambilan settingnya, yang mengambil suasana daerah si pengarang. Nuansa Palembang-nya dapat kita lihat antara lain di dalam Di Bawah Jembatan. Seperti kutipan berikut ini ”Dalam tidur pun, lelaki yang jarang dipanggil namanya karena dia lebih sering dipanggil dengan sebutannya, tukang keruntung, tak pernah memimpikan istrinya. Meskipun kalau tertidur dia selalu nyenyak dan tak pernah absen bermimpi. Memang suara bising kendaraan yang lalu lalang di ats Jembatan Ampera, entah itu motor kreditan atau mobil mewah” (halaman 43). Atau bisa kita lihat juga dalam Ketika Gadis Bisu Berlipstik, seperti dalam kutipan berikut: ”Berkali-kali aku melakoni itu Udin pun sangat baik dengan aku. Aku dibelikan bedak. Abang bibir (lipstik). Lalu setiap senja datang aku diajak Udin berdiri di pinggir jalan dekat Kambang Iwak” (halaman 34-35).
Juga tak kalah menarik dalam kumpulan cerpen ini adalah temanya. Tema dalam kumpulan cerpen ini mengambil tema sederhana yang tidak jauh dari sekeliling kita. Seperti tema yang mengangkat isu kampanye politik yang sedang tren. Hampir di setiap pojok kita lihat poster-poster CALEG (bukan calak) dengan janji-janjinya yang mengatasnamakan kemakmuran rakyat. Juga ada tema tentang kehidupan seorang pendidik (pahlawan penuh jasa), mantan legiun veteran (pejuang 45), wanita malam (PSK), dan kuli tinta (wartawan) yang sangat idealis. Kumpulan Cerpen Kaos Politik mengungkapkan realita kehidupan di sekitar kita dan memang sering kita lihat dan rasakan.
Menurut hemat saya, kekurangan kumpulan cerpen Kaos Politik adalah dari pemilahan judul dalam sebuah tema. Dalam kumpulan cerpen yang terdiri dari beberapa cerpen yang terpilih, mungkin sebaiknya dalam sebuah tema ada beberapa judul, jangan hanya satu judul yang kelihatannya seperti berdiri sendiri, seperti dalam Pengabdian.
Mungkin lebih baik lagi apabila dalam tema Pengabdian Terbaik dihidupkan lagi dengan ditambah lagi dengan judul yang lain yang sama temanya dengan tema tersebut, yang mengambil tema tentang pengorbanan seorang guru.
Begitu juga dalam tema Kenangan yang hanya mempunyai satu judul (Cinta Kingkong) yang mengisahkan cinta remaja. Kalau ditambah lagi dengan judul lain yang bertema sejenis, mungkin akan lebih menarik lagi, seperti ada rangkaian-rangkaian judul yang membentuk sebuah tema.
Kekurangan lainnya yang sesungguhnya juga merupakan kelebihan adalah kata pengantar yang terkesan menumpuk. Setidaknya, ada tiga pengantar dalam kumpulan cerpen ini, ditulis oleh Dr Rita Indrawati M Pd, Dosen Pascasarjana Unsri dan U-PGRI; B Trisman M Hum, Kepala Balai Bahasa Palembang; dan Editor, Arif Ardiansyah, M Pd; plus dari penulis. Meski bermaksud memberikan masukan kepada pembaca, pengantar-pengantar ini seolah menambah rangkaian ’cerpen baru’ dalam kumpulan cerpen tersebut. Namun, paling tidak kehadiran himpunan karya sastra yang pernah dimuat di beberapa media massa ini bisa juga menjadi bahan ajar bagi dunia pendidikan.

Darwin Effendi, S.Pd
Guru Bahasa Indonesia SMP Puja Handayani Palembang dan Mahasiswa Pascasarjana Universitas PGRI Palembang
HP: 08127855870
Alamat: Jalan Bungaran V No 521 RT 12 RW03, 8 Ulu, Palembang
No KTP: 1671022512730004

Tidak ada komentar: