Rabu, 15 Agustus 2012

UU Pendidikan Tinggi Penting Untuk Membendung Liberalisasi dan Komersialisasi Pendidikan Tinggi di Indonesia

Setelah sempat tertunda pengesahannya oleh DPR-RI melalui paripurna pada tanggal 4 April 2012 silam, akhirnya Rancangan UU Pendidikan Tinggi disahkan pada 13 Juli 2012 kemarin. Pasca pengesahan, tampak masih menimbulkan beragam jenis pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. “Pro dan kontra adalah kewajaran.

Memang masih cukup banyak para sivitas akademika, termasuk mahasiswa dan juga masyarakat luas yang memiliki intrepretasi beragam mengenai UU ini. Ada diantaranya yang berpersepsi negatif, namun banyak juga yang berpandangan positif” ujar Prof Nizam, PhD Sekretaris Dewan Pendidikan Tinggi, Kemendikbud, dalam sebuah diskusi publik dengan tema “Pro-Kontra Dibalik Pengesahan UU Pendidikan Tinggi” yang digelar di Orwil ICMI, Palembang, Sumatera Selatan Rabu, 15 Agustus 2012.

 Lebih lanjut menurut Nizam, salah satu hal yang dikhawatirkan dibalik pengesahan UU Pendidikan Tinggi ini secara umum terkait dengan aspek liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi di Indonesia. “Dengan adanya UU Pendidikan Tinggi ini, justru potensi berkembangnnya liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi di Indonesia akan lebih mudah diantisipasi.

Sebab, semangat UU Dikti ini tidak hanya sekedar ingin mengembangkan kualitas mutu pendidikan tinggi di kalangan Perguruan Tinggi dan sivitas akademika. UU Pendidikan Tinggi ini juga memberikan jaminan bagi keluasan akses dan keterjangkauan pada masyarakat luas, khususnya bagi kalangan masyarakat kelas menengah bawah di Indonesia. Inilah cita-cita penting UU ini untuk mempersempit arus liberalisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi di Indonesia”tegasnya. Nizam juga menegaskan bahwa UU Pendidikan Tinggi ini menekankan salah satu asas penting dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi yaitu keterjangkauan.

 “dengan asas keterjangkauan ini, maka menjadi kewajiban bagi setiap perguruan tinggi agar memberi kesempatan luas bagi masyarakat dari kalangan 3 T(Tertinggal, Terdepan dan Terluar) di Indonesia tetap memiliki akses yang setara dalam mendapatkan pendidikan tinggi di manapun di wilayah Indonesia.


 Sementara itu, Dr.Tarech Rasyid, Pembantu Rektor III Universitas IBA Palembang berpedapat bahwa UU Pendidikan Tinggi ini justru lebih banyak memberikan tugas dan tanggung jawab bagi Pemerintah untuk mengantisipasi arus liberalisasi, privatisasi dan komersialisasi pendidikan di Indonesia. “Satu gejala yang sulit dibendung selama beberapa dasawarsa terakhir adalah biaya pendidikan tinggi di Indonesia makin mahal.
Hal ini seringkali tidak sebanding dengan tingkat pendapatan masyarakat. Dalam kondisi yang demikian, maka dibutuhkan peran dan tanggung jawab Pemerintah untuk menjamin agar biaya pendidikan tinggi tetap terjangkau oleh mayoritas masyarakat di Indonesia” Ujar Dr.Tarech Rasyid.


 Lebih lanjut, Dr.Tarech Rasyid menegaskan bahwa perkembangan diskursus mengenai regulasi pendidikan tinggi di Indonesia sejak tahun 2010 silam hingga saat ini tampak masih cenderung permukaan. Alih-alih mencoba untuk mengeksplorasi setiap aspek yang diatur dalam UU Pendidikan Tinggi (UU DIKTI), apa yang apa yang cenderung menjadi konsen publik dan juga sivitas akademika seringkali masih cenderung permukaan.

Karena itu menurutnya tidak heran jika berbagai prasangka negatif atas UU DIKTI tampak masih cenderung menguat Karena itu menurutnya, masyarakat, mahasiswa dan sivitas akademika harus lebih mencermati isi UU Pendidikan Tinggi dan juga ikut mengawal pelaksanaan UU tersebut. “Dari aspek-aspek yang diatur dalam UU Pendidikan Tinggi ini sebenarnya sudah memuat terobosan yang berani khususnya bagi Pemerintah. Hanya saja yang perlu dipikirkan adalah bagaimana mengawal apa yang telah diatur tersebut mampu dicapai secara maksimal”ujar Tarech Rasyid.

 Selain mengundang Prof.Nizam, yang mewakili Dewan Pendidikan Tinggi, Kemendikbud, dalam diskusi tersebut menghadirkan sejumlah nara sumber seperti Dr.Tarech Rasyid, PR III Universitas IBA Palembang, Prof.M.Syirozi,MA, PhD Ketua Dewan Pendidikan Sumatera Selatan, Aji Alamsyah,SIP, M.Si Dosen FISIP UNSRI dan Sekretaris Pusat Kajian Kepemudaan UNSRI. Diskusi tersebut juga dihadiri oleh sejumlah tokoh masyarakat, dosen dan mahasiswa baik dari PTS dan PTS yang ada di Propinsi Sumatera Selatan.

Tidak ada komentar: