Benda mirip proyektil |
PALEMBANG – Bidan yang melakukan pertolongan pertama terhadap Yarman, korban penembakan anggota Brimob di Desa Limbang Jaya, Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Jumat (27/7), akan menyerahkan proyektil yang ditemukan ke polisi, disaksikan tim dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Senin (30/7).
“Proyektil nanti akan diserahkan bidan ke polisi di depan kami,” kata Nur Kholis dari Komnas HAM Senin pagi.
Korban Yarman di RS Bhayangkara |
“Kami akan ada di sini selama empat hari. Ke TKP untuk menemukan sketsa kejadian, ketemu saksi-saksi, dan juga ke pemakaman,” ujarnya. Segera setelah ada hasil dari penyelidikan tersebut, Komnas HAM akan memberikan rekomendasi sementara.
Nur Kholis mengatakan, laporan tentang kisruh lahan di Ogan Ilir, yang menghadap-hadapkan petani atau warga setempat dengan PTPN VII Unit Usaha Cinta Manis, sudah diterima Komnas HAM sejak setahun lalu. “Tahun lalu sudah dilaporkan dan kami terus melakukan monitoring,” ujarnya.
Sementara itu, dari Palembang dilaporkan, warga menuntut pencopotan Kapolda Sumsel dan Kapolres Ogan Ilir segera setelah insiden penembakan yang melukai warga dan menewaskan Angga.
Warga juga minta Polda Sumsel segera menarik mundur aparat TNI Polri di wilayah PTPN VII unit usaha Cinta Manis, mengusut tuntas dan memberhentikan aparat yang terlibat tindakan kekerasan dan penghilangan nyawa petani, mencabut HGU PTPN VII unit usaha Cinta Manis, serta membebaskan seluruh petani yang ditahan.
Tuntutan senada disampaikan Indonesia Police Watch (IPW) Sumsel. Koordinator IPW SumselShofuansyah menegaskan pejabat polisi terkait harus mundur karena dengan peristiwa ini menunjukkan kerja tak profesional.
Sementara itu, kelompok mahasiswa yang menamakan dirinya Mahasiswa Hijau Indonesia (MHI),Sabtu (28/7), mendatangi Polda Sumsel. Dalam aksinya, mahasiswa yang tergabung dari berbagai perguruan tinggi di Sumsel ini mengecam dan memprotes keras tindakan aparat Brimob.
Kepala Sekolah Madrasah Jam’iah Islamiah (MJI) Tanjung Pinang Aprizal Hasbi MJI mengungkapkan, Angga termasuk siswa aktif dan terakhir diangkat sebagai ketua kelas VII A MJI Tanjung Pinang. “Kami berharap kasus ini diusut tuntas dan terungkap anggota Brimob yang membabi buta menembaki warga Desa Tanjung Pinang, Desa Limbang Jaya, hingga menewaskan Angga,” katanya.
Benda mirip proyektil di tubuh Yarman |
Darmawan (46), ayah korban, juga mengutuk penembakan anaknya. Dia mengaku terkejut dengan informasi yang diterimanya melalui ponsel, Jumat (27/7) malam, mengenai kematian anaknya. Apalagi, kematian buah hatinya itu akibat diberondong peluru anggota Brimob. Saat kejadian, dia sedang berada di Desa Muaro Jambi, Kecamatan Tebo, Provinsi Jambi, menjalankan rutinitas sebagai pandai besi.
“Mendengar itu, saya langsung pulang dan tiba di rumah Sabtu, pukul 03.00 WIB. Saya minta masalah ini diusut tuntas. Saya minta keadilan. Siapa pun anggota Brimob yang menembak anak saya, harus dihukum seberat-beratnya,” ujarnya.
Saat ini, menurut Koordinator Tim Advokasi Hukum dan Pencari Fakta (Tahta) Cinta Manis, Mualimin, sedikitnya 30 pengacara menyatakan siap mendampingi korban insiden ini dalam proses hukum.
Tolak Karangan Bunga
Warga Desa Tanjung Pinang mengaku trauma dan kecewa dengan sikap aparat kepolisian yang dengan sengaja membabi buta menembaki warga. Burhan, salah seorang warga setempat mengatakan, warga desanya menolak kiriman karangan bunga duka cita atas nama Kapolres Ogan Ilir, Kapolda Sumsel, dan Kapolri.
“Karangan bunga itu tidak sepatutnya dikirimkan karena semua warga trauma dan kecewa atas terjadinya penembakan tersebut. Lihat saja karangan bunga itu habis dipereteli. Kami tidak terima atas penghinaan ini. Di tengah kematian yang menimpa warga di sini, justru mereka mengirimkan karangan bunga,” katanya.
Wakil Ketua DPRD Ogan Ilir Arhandi Thabrani menyatakan akan membentuk tim panitia khusus (pansus) investigasi atas kasus ini. “Kami juga minta warga dapat menahan diri dan tidak mudah terprovokasi dengan hal-hal yang dapat menyebabkan tindakan yang menjurus ke anarkistis,”ucapnya.
Olah tkp di Desa Limbang Jaya, Senin (30/7) |
Awalnya ratusan warga menolak kedatangan polisi yang hendak melakukan rekonstruksi di desa mereka. Warga hanya memperbolehkan sejumlah polisi saja yang bisa masuk ke desa tersebut, dalam hal ini Kapolda, Kapolres dan tim labfor.
Itu pun setelah melalui negosiasi alot dengan warga dan kades setempat. Pantauan di lapangan, tim forensik yang berjumlah lima orang langsung bekerja dikerumuni warga. (sir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar