bekas lecet-lecet masih membekas di kepala bayi Lina Auliasari |
Palembang:
Bayi itu, tidur dengan nyenyak. Tak terdengar
tangisan. Kalaupun dia merengek, sang ibu Ny Ani segera menggendongnya dan ASI
pun diberikan. Masih terlihat bekas lecet-lecet yang telah mengering di
kepalanya. Masih merah, bayi ini memang terlihat tegar. Lahirnya pun alami,
karena ibunya ditolak mendapat layanan medis karena sal kelas III untuk pasien
Jamsoskesmas penuh.
Bayi bersama ibu dan neneknya di kediamannya, Lr Mataram, Kemas Rindo, | Palembang |
Menolak dirujuk ke RS lain, sang ayah pun mencoba
mencari sendiri RS lain karena kondisi ibu
memang terlihat akan melahirkan. Belum sempat meghidupkan sepeda motor, sang
ibu keburu melahirkan bayi dengan berat 2500 gram dan panjang 45 cm. Karena
alami dan di lantai, kepala sang bayi pun lecet-lecet. Meskipun kini terlihat
sehat dan telah berada di rumahnya.
Udara panas di Jalan Mataram, Kelurahan kemas
Rindo, Palembang
seakan tak dirasakan bayi itu yang diberi nama Lina Aulisari. Usai menikmati
ASI dia kembali tertidur. Sang ibu kembali meletakkan putri keduanya itu di
atas kasur kecil yang dipagari guling kecl di samping kiri kanannya.
Baik kasur kecil yang biasa disebut lihap, seprei,
maupun bantal dan gulingnya, bukanlah barang baru. Dari warna dan bentuknya
jelas bukan baru dibeli dari toko perlengkapan bayi. Seperti biasanya
dipersiapkan orang tua ketika menyambut bayinya lahir.
Pasangan Dedi dan Asni yang menikah 16 April 2006 bukankalh
pasangan yang menunjukkan sukacitanya dengan mempersiapkan semua kebutuhan bayinya yang bakal lahir. Tapi, bukan berarti,
mereka tak bahagia menyambut putrinya tersebut.
keterangan dari lurah yang menjelaskan bahwa keluarga ini tak mampu |
Kondisi ekonomilah yang memaksa keduanya maupun
keluarga besarnya ‘biasa-biasa’ saja
ketika sang bayi bakal lahir. Tetapi, mereka tetap menunjukkan bahagianya
dengan memeriksakan bayinya ke dokter sejak umur kandungan 6 bulan.
Dengan kartu Jaminan Sosial Kesehatan Masyarakat
(Jamsoskesmas) Semesta Sumsel, dilengkapi surat pengantar dari RT dan kelurahan
serta kecamata plus rujukan dari Puskesmas 1 Ulu, rutin tiap bulan kandungannya
diperiksakan di Rumah Sakit Muhamadyah Palembang (RSMP).
Memang, dengan pelayanankesehatan gratis itu,
mereka bisa mendapatkan layanan standar. “Paling tidak, kami tahu kondisi
kesehatan ibu dan anak tidak bermasalah,” ujar sang ayah yang sehari-harinya
hanya kerja serabutan sebagai tukang bangunan.
Tak tamat SD, Dedy memang tak cukup penghasilan kalau
harus membawa istrinya ke dokter spesialis kandungan yang praktik pribadi.
Tetapi, paling tidak, dia sudah menunjukkan perhatian dengan membawa istriya
dan calon jabang bayinya ke dokter. Dokter Tin namanya, di RSMP.
Meskipun, keduanya mengaku tak tahu apa jenis
kelamin bayi yang bakal lahir tersebut. “Entah ya, dokter juga tak banyak
cerita. Kami juga tak banyak tanya, paling-paling kalau periksa,
diperiksatekanan darah, diperiksa
kandungan, lalu diberi resep obat yang diambil di apotik rumah sakit’, ujar
lelaki kelahiran 2 Desember 1988 ini .
Dedi mengaku ingin juga mengetahui jenis kelamin
bayinya, seperti dia dengar-dengar dari banyak orang yang terkadang dua bulan
ataupun bahkan tiga bulan sebelum lahir, sudah tahu jenis kelamin bayinya.
Memang selama periksa tak pernah dia melihat dokter tersebut memeriksa kandungan
istrinya menggunakan alat yang bisa dilihat di layar monitor.
Dedy, sang ayah di rumahnya. |
“Yang penting, sudah diperiksapun sangat terima
kasih,” ujarnya polos. Karenanya, ketika istrinya terlihat kesakitan, berbekal
rujukan dari Puskesmas serta surat tak mampu dari Kelurahan Kemas Rindo,
Kecamatan Kertapati, dia pun berboncengan sepeda motor dengan mertua dan
istrinya pergi ke RSMP.
Namun sesampai di sana, petugas yang bernama Yanti menyatakan
bahwa kamar kelas III penuh. Karena berdasarkan pemeriksaan Ani Masitoh baru
bukaan tiga, mereka pun dirujuk ke RSPK Muhamadyah di Plaju.
Namun melihat kondisi Ani yang sepertinya bakal
melahirkan, Dedi dan mertuanya, Arsan bersikeras meminta agar mereka dibantu
melahirkan di RSMP saja.
akhirnya Dedy pun membawa istrinya keluar. Dia
besiap-siap menghidupkan sepeda motornya. Saat di luar inilah, kontraksi di
perut Ani makin terasa. Tiba-tiba dia terguling. Saat itu Dedy reflex membantu,
dan lahirlah bayi dari rahim Ani. Dedy dan sang mertua tentu saja panik. Spontan,
banyak orang yang menyaksikan proses kelahiran tanpa bantuan medis itu.
Karena melahirkannya di tempat keras, kepala bayi
pun terlihat lecet-lecet. Tak lama kemudian, baru petugas dari RSMP datang Lalu ibu dan bayi itu dibawa ke ruangan
rumah sakit.
“Aneh kan,
ternyata tempat tidur dan ruangan tersedia,” kata Dedy.
Sudah Pulang
Lahir Rabu malam (7/12) sekitar pukul 23.00 WIB ,
putra Dedi ini pun pada Jumat (9/12) siang sekitar pukul 11.00 sdh diperbolehkan
pulang.
Perkampungan tempat tinggal keluarga Dedy |
Sinar Harapan yang mencoba menumui keluarga ini di
ruang B-II, RSMP Palembang pada Jumat pukul 14.00 sempat tak diperkenankan.
Harus seizin Humas rumah sakit yang
terletak di Jl A Yani Palembang, dalam kompleks Universitas Muhamadyah
Palembang. Karena waktu bezoek mulai pukul 16.00 WIB.
Humas
sendiri, Kholil Azis, tak ada di tempat. Sementara Direktur Adminsirasi dan
Keuangan, Amidi, kletika ditemui tampak sibuk dan repot serta tidak bersahabat.
“Maaf. Itu bukan urusan saya, saya mau rapat. Silakan hubungi Humas saja,”
katanya ta acuh sambil bergegas pergi.
Baru pukul 15.00 WIB, Humas berada di RSMP. Tampak
bersahabat, KHolil Azis mempersilakan untuk melihat bayi dan ibunya.
“Dia sudah
kami beri pelayanan. Hanya memang sedikit terjadi miskomunikasi dengan
perawat sehingga bay itu pun lahir tanpa
sempat mendapat layanan medis,” ujarnya sembari mendampingi menuju sal
kebidanan.
Ternyata, Humas pun tak paham kalau bayi dan keluarganya sudah pulang ke
rumahnya. Petugas Satpam yang mejaga sal kebidanan menyatakan bahwa sang bayi
yang sempat ditolak karena kelas III di RSMP tempat pasien Jamsoske, penuh,
ternyata sudah pulang empat jam sebelumnya.
Berbekal alamat yang didapat dari pihak RSMH, SH
pun mencoba meneluri kawasan Jl Mataram. Sekitar 5 km dari RSMP.
Masuk Lorong Mataram, bedeng tujuh pintu yang
terletak di RT 06 Rw 02 itu tak sulit ditemukan. “Oh, itu di belakang SMPN 12
Palembang, belok ke kanan. Paling ujung, batas jalan semen ini”, ujar seorang tetangga Dedy menjelaskan
posisi rumah Dedy..
jembatan kayu menuju bedeng tempat tinggal keluarga Dedy |
Di ujung
jalan semen itu, setelah meniti jalan setapak bedeng yang ditempati keluarga
Dedy pun terlihat. Dari jalan setapak,
ada jembatan kayu yang bergoyang-goyang kalau dilewati.
Keluarga Dedi menempati bedeng nomor ketiga. Di
rumah itu ada Dedy dan istrinya Ani Masitoh, lalu ada mertuanya, Murni tampak menyaksikan sang
bayi yang tertidur. Bangunan itu seluas 2 x 6, terdiri dari kayu. Dindingnyanya
dilapisi kertas dan tempelan Koran. Di ruang tamu, hanya ada lemari plastik
tempat menyimpan pakaian. Aksesoris yang ada, televise hitam putih dan kasur kecil lengkap dengan sang bayi. Lalu di
bagian belakang, ada ruangan yang sepertinya untuk dapur. Di sini pun tak ada rak piring,
kecuali tempat kompor dan meja papan untuk meletakkan piring dan gelas.
Pandangan di pintu belakang menyisakan rawa-rawa
dan tempat untuk mandi terbuka. Dedy sendiri tampak masih kegerahan dengan
stelan celana pendek dan jaket kulit aslinya tanpa penutup.
Bayi Kembar
Sebelumnya ternyata, Dedi sudah punya putri kembar
yang lahir 9 Maret 2007. Saat itu
menggunakan kartu Askeskin. Istrinya melahirkan di Rumah Sakit Umum (Rumah
Sakit Muhamad Husin, RSMH). Masuk pukul 12.00, tiga jam kemudian putri
kembarnya pun lahir.
Sayang, putri kembarnya itu hanya satu yang
selamat. Sementara satunya lagi meninggal
saat lahir. Sehingga tak sempat diberi namanya. Kini sang kembar yang diberi
nama Dini Aminarti sudah berumur 4,8 tahun Mestinya, dia sudah sekolah di TK.
Tapi, karena tak mampu, kini dia hanya bermain di rumah.
Mengalami sendiri layanan yang tak memadai bahkan
ditolak, Dedy mengaku sangat kecewa.“Kami periksa rutin di rumah sakit itu,
istri saya sudah terlihat akan melahirkan malah dirujuk ke rumah sakit lain.
Terus terang ketika itu, saya sangat bingung. Belum tau mau dibawa kemana,
tiba-tiba istri saya terguling.,” ujarnya.
Rujukan Jamsoskesmas ke RSMP, oleh perawat pun sudah
dilepas karena menurutnya tak perlu lagi. Otomatis kalaupun mau dibawa ke rumah
sakit lain, akan lebih sulit lagi administrasinya. Sementara mau dibawa ke
rumah sakit swasta, dia tak mengantongi uang. “Saya benar-benar blank ketika it.
Apalagi istri saya sepertinya mau melahirkan,” ujarnya mengenang proses
lahirnya putrid keduanya itu.
Karenanya, usai anaknya lahir tanpa dibantu pihak
rumah sakit, sang mertua pun melapor ke Polsek Seberang Ulu (SU) I. Petugas
dari Polsek sudah mendatangi RSMP. “Namun belum jelas juga bagaimana proses
selanjutnya,” kata Dedy.
Yang jelas, kini Dedy berencana akan menggugat RSMP
Palembang yang menelantarkan istri dan bayinya. “Bayangkan, tak lama setelah
bayi lahir, hujan deras. Bagaimana kalau kami sudah jalan dan di jalan hujan
deras lalu istri saya melahirkan,” ujarnya membayangkan kondisi yang mungkin
terjadi.
Apa gugatan dan tuntutan, Dedy pun memang belum
mengerti. Yang jelas, kini dia sudah punya tanggungan tambahan. Ditanya soal
rencana ke depan, dia mengaku pasrah dan akan menjalani saja. “Kita tidak tahu
nasib anak, kalau sekolah, mudah-mudahan bisa, karena pemerintah ada program
sekolah gratis. Yang penting, jangan seperti saya yang SD pun tak tamat,” ujar
putra bungsu pasangan Murni dan Arsan ini . Selepas dari RSMP, dia memang tak
dibebani biaya apapun. Tapi itu tak menutup kecewanya. (sh/muhamad nasir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar