Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sumatera Selatan Dr Syarwani Ahmad menyatakan, rencana tersebut sebenarnya cukup bagus karena bisa menutupi kekurangan guru di daerah pelosok yang selama ini kekurangan guru.
“Dengan demikian, akan terjadi pemerataan pendidikan dan akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan,” ujar Rektor Universitas PGRI Palembang ini, kepada SH, baru-baru ini.
Tetapi, menurutnya, memindahkan guru ke daerah juga akan menimbulkan masalah baru bagi guru yang bersangkutan. Guru itu akan menjadi terkendala dalam hal komunikasi, transportasi, biaya hidup, berpisah dengan keluarga, juga tempat tinggal, serta persoalan lain. Jika ini tidak diperhatikan, guru tidak akan dapat bertugas dengan baik.
Karenanya perlu diperhitungkan biaya hidup di tempat yang baru. Jangan sampai guru yang dimutasi menjadi korban. Bagi mutasi dalam kota, tentu tidak terlalu masalah. Namun, jika akan dilakukan secara besar-besaran, pemerintah perlu menyiapkan bantuan transportasi, tambahan biaya hidup, perumahan, jaminan keamanan, dan lain-lain.
“Ini perlu diperhitungkan dengan matang, jangan sampai menjadi bumerang. Maksudnya untuk peningkatan mutu pendidikan,” tambah doktor alumnus Universitas Negeri Jakarta ini. Atau dicari solusi lain untuk menutupi kekurangan dan tidak meratanya penempatan guru tersebut.
Dengan diserahkan kepada daerah seperti yang selama ini, sebenarnya cukup baik. Tinggal bagaimana pengawasan dan kontrolnya saja. Ini karena yang sebenarnya paling mengetahui persoalan di daerah adalah daerah itu sendiri.
“Terjadinya penumpukan guru di perkotaan sebenarnya karena terjadi penyimpangan dalam proses penempatan. Guru yang punya ‘kemampuan’, dengan berbagai cara berusaha agar bertugas di kota. Karenanya, banyak ditemui di sekolah tertentu gurunya berlebihan, sementara di sekolah lain terjadi kekurangan guru,” ujarnya.
Guru anggota PGRI di Sumsel saat ini ada sekitar 92.000, 75.000 di antaranya berstatus PNS. Penempatan guru PNS dan guru honor yang bersertifikasi inilah yang membutuhkan pengaturan karena telah mendapat tunjangan sertifikasi.
“Pemerintah tentu menuntut timbal balik atas tunjangan sertifikasi yang memadai. Hanya saja, jangan sampai dengan sentralisasi justru menimbulkan persoalan baru,” ia mengingatkan.
Tidak Merata
Di Kota Pagaralam, contohnya, penempatan guru saat ini belum merata dan bertumpuk di kota. Padahal, jumlah PNS guru di sana mencapai 1.600 orang. Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Pagaralam H Safrudin mengakui, jumlah guru yang ada sudah sangat ideal.
Tetapi, banyak di antara mereka yang mengajar di wilayah perkotaan sehingga sekolah di pelosok kekurangan tenaga pengajar.
“Untuk jumlah sekolah tingkat SD ada 73 unit, SMP negeri ada sembilan unit, dan untuk SMA dan SMK sebanyak enam unit. Bila dibandingkan, jumlah sekolah dengan jumlah pengajar memang sudah ideal atau cukup. Namun, masih terjadi penumpukan di kota. Untuk itu, kita akan melakukan pemerataan,” katanya, Minggu.
Dalam upaya pemerataan guru di Kota Palembang, Disdikpora bersama BKD mulai melakukan inventarisasi data guru yang ada. Kepala Disdikpora Kota Palembang Riza Pahlevi mengatakan, program pemerataan guru dilakukan guna menyikapi menumpuknya guru di beberapa wilayah.
“Saat ini, kami baru lakukan langkah inventarisasi data guru SD/SMP/SMA/SMK, belum aksi mutasi secara langsung,” ujarnya di kantor Pemkot.
Untuk sementara, dari hasil inventarisasi tersebut, diketahui bahwa yang dinilai sangat minim guru umumnya dari SMK, terutama untuk mata pelajaran produktif. Meski demikian, di Palembang belum bisa dipastikan karena datanya masih direkapitulasi.
“Kami sebenarnya bisa atasi dengan kerja sama dengan pihak-pihak swasta, tapi tetap dicoba ambil langkah pemerataan,” kata Riza lagi. Pemerataan yang dilakukan tersebut dengan memaksimalkan guru yang ada saat ini. Dengan begitu, kekurangan guru bisa ditutupi dengan dialihfungsikannya kinerja para guru, dengan mengajar mata pelajaran tambahan.
dikutip dari Harian Sore Sinar Harapan, 5 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar