Rabu, 07 Desember 2011

Kejahatan Anak di Sumsel Meningkat




Palembang:

Tindak kejahatan yang dilakukan anak di Sumatera Selatan (Sumsel) mengalami peningkatan.

Berdasarkan catatan Dinas Sosial (Dinsos) Sumsel, sepanjang 2011 diperkirakan jumlah anak bermasalah hukum (ABH) mencapai 500 orang lebih atau sekitar 10% dari total ABH nasional yang diajukan ke pengadilan.

Ketua LKSA UPTD PSMP Dharmapala Inderalaya, Ogan Ilir,Sumsel, Reinhard Nainggolan menilai jumlah ABHyang diungkap dalam data tersebut belum konkret.

Dia memprediksi jumlah ABH di Sumsel maupun Indonesia secara umum dipastikan meningkat seiring perkembangan teknologi dan zaman saat ini. ”Seiring perkembangan zaman,jumlah ABH akan terus meningkat karena ini merupakan permasalahan sosial. Semoga program conditional cash transfer bagi ABH ini pada tahun-tahun mendatang jumlahnya terus ditingkatkan untuk membantu mereka,” harapnya.

Data yang ada, sepanjang 2011, di enam kabupaten/kota di Sumsel, yaitu Kota Palembang, Prabumulih, Kabupaten Ogan Ilir, OKU Timur, Lahat, dan Muaraenim, terdapat 150 ABH yang diproses di pengadilan.

Secara nasional, data terakhir 2009 mencatat sebanyak 6.704 ABH yang berujung di pengadilan dan 4.478 orang anak atau 70.82% dipidanakan.

“Sebagian besar anak yang bermasalah dengan hukum ini memiliki latar belakang ekonomi, pendidikan, serta akses informasi yang terbatas. Kemudian, akibat pengaruh globalisasi serta tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi, sehingga terjerumus ke tindak kriminal dan bermasalah dengan hukum. Umumnya mereka dari kalangan tidak mampu,” ungkap Kepala Dinsos Sumsel Ratnawati seusai penyerahan bantuan tunai bersyarat (conditional cash transfer) Dinsos Sumsel tahun 2011 kepada 25 ABH di Palembang Rabu (7/12).

Adapun bentuk bantuan yang diberikan berupa uang sebesar Rp1,5 juta per anak yang bermasalah dengan hukum di Sumsel untuk meringankan pemenuhan kebutuhan mendasar anak. Bantuan tersebut disesuaikan kemampuan Pemprov Sumsel terkait keterbatasan anggaran yang tersedia.

Ke depan, kata dia, pemerintah akan mengeluarkan regulasi yang memberikan pengecualian bagi anak-anak yang bermasalah dengan hukum selama bukan merupakan tindak pidana berat. Anak berusia 12–18 tahun yang bermasalah dengan hukum nantinya tidak akan lagi diproses secara hukum. Namun, lebih ditekankan pada melakukan rehabilitasi terhadap anak tersebut dengan mengedepankan fungsi dan peranan keluarga untuk melakukan pembinaan terhadap mental dan perilaku menyimpang si anak. (sir)


Tidak ada komentar: