Jumat, 30 Desember 2011

Perkosaan dan KDRT Dominasi Kekerasan terhadap Anak dan Wanita



Palembang:
Kasus perkosaan dan kekerasan seksual serta kekerasan  dalam rumah tangga (KDRT) mendominasi pelanggaran hukum anak dan wanita Sumsel sepanjang 2011.
Women’s Crisis Centre (WCC) mencatat, kasus perkosaan dan kekerasan seksual mencapai angka 156 kasus.
Jumlah tersebut sedikit lebih banyak dibandingkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), yakni 133 kasus.
Total kasus yang mendapat pendampingan jauh lebih banyak jumlahnya, yaitu 386 kasus. Adapun kasus kekerasan dalam berpacaran 52 kasus, dan perdagangan perempuan dan anak 11 kasus serta kekerasan lainnya 34 kasus.
Menurut Direktur Eksekutif WCC Yeni Roslaini Izi Jumat (30/12) ,kasus kekerasan seksual yang terjadi itu meliputi perkosaan,pelecehan seksual, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, intimidasi/ serangan bernuansa seksual, dan pemaksaan aborsi.
Jika diklasifikasi lagi, perempuan dan anak korban kekerasan sebagian besar mengalami dua atau lebih dari dua jenis kekerasan (fisik, psikis, seksual & tekanan ekonomi).
Kekerasan secara fisik seperti luka, cacat permanen hingga kematian. Sedangkan kekerasan seksual seperti kehamilan yang tidak dikehendaki, tertular penyakit IMS & HIV/Aids, trauma seksual.
Sementara, untuk kekerasan psikis yang dialami korban, biasanya seperti trauma, stres berat sampai mengalami gangguan kejiwaan.
Sementara itu,pengamat sosial dari FISIP Unsri Prof KM Sobri menyatakan,tingginya kasus tersebut dipengaruhi banyak faktor, baik internal maupun eksternal.
Khusus eksternal, faktor yang memengaruhi bisa dari kecanggihan teknologi dan informasi, baik internet maupun tayangan televisi. Selain itu, perubahan gaya hidup dan berpakaian ikut memengaruhi.“ Jadi, langkah preventif yang harus dilakukan adalah dengan memperketat pengawasan dan kontrol sosial. Semua pihak harus dilibatkan dalam hal ini,termasuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),” tandasnya
Kampanye
Yeni melanjutkan, pada 2011–2014, WCC Palembang bersama mitra terkait juga telah bersepakat mengampanyekan masalah kekerasan seksual dengan tema “Kekerasan Seksual: Kenali dan Tangani”. Sebagai langkah awal, WCC Palembang telah melakukan sosialisasi dan melatih guru-guru bimbingan serta aktivis kampus dan sekolah di beberapa perguruan tinggi dan SMA/ SMK negeri sederajat di Kota Palembang.
Bahkan,pada 2012 direncanakan dilakukan road show ke sejumlah sekolah di Kota Palembang, menyosialisasikan permasalahan kekerasan pada perempuan dan anak ini.
Respon Rendah
Kendati secara faktual besaran kasus yang ada menunjukkan jumlah yang tinggi, respons masyarakat dan negara (pemerintah) atas masalah ini masih jauh dari harapan. Begitu pun tindakan (kebijakan, program,kelembagaan dan anggaran) yang dijalankan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, juga dinilai masih sangat lemah dan lamban.
“Sampai saat ini tidak ada kebijakan/regulasi yang kuat dan tepat di provinsi maupun kabupaten/kota untuk mempercepat penghapusan kekerasan dan memaksimalkan perlindungan korban. Begitu juga shelter atau rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan yang difasilitasi pemerintah daerah, sejauh ini belum ada,”ujarnya.
Akibat kondisi ini, para perempuan dan anak korban kekerasan di Provinsi Sumatera Selatan terus mengalami hambatan serius untuk mendapatkan berbagai bentuk layanan hak asasinya.Agar masalah ini tidak makin berkelanjutan, WCC Palembang mendesak Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan agar segera mengambil langkah-langkah tepat sebagai solusi.
Misalnya, dengan mengalokasikan anggaran yang memadai untuk mendukung perlindungan hak asasi korban serta merealisasikan kebijakan yang tepat dan kuat, serta menyosialisasikan dan menjalankan perdaperlindunganperempuan dan anak yang sudah ada. “Yang penting juga adalah, meningkatkan status kelembagaan yang memiliki kewenangan pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak baik di provinsi maupun kabupaten/kota di Sumatera Selatan,”tukasnya. (sir)

Tidak ada komentar: