Palembang
Unjuk rasa dan pendudukan lahan warga
Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir (OI), PT Perkebunan Nusantara VII
Unit Usaha (UU) Cinta Manis lumpuh total dan mengalami kerugian sebesar Rp15,5
miliar. Aksi warga ini menyusul adanya
kasus sengketa lahan di daerah itu yang tak kunjung tuntas.
"Kerugian tersebut
akibat areal tebu dibakar seluas 310,8 hektare sehingga tidak dapat dipanen dan
akses jalan diblokir," kata Kepala UU Cinta Manis, Syufri Gunawan di
Palembang, akhir pekan lalu.
Menurutnya, tanaman tebu itu
juga ada yang dapat ditebang, tetapi tidak bisa diangkut ke pabrik sebanyak
2.465 ton dengan nilai Rp1,37 miliar dan produksi gula berkurang akibat
kapasitas giling belum optimal, karena pasokan tebu terganggu 825,7 ton senilai
Rp7,43 miliar.
Selanjutnya pemakaian residu
akibat giling tidak kontinyu sebanyak 74,3 ton dengan nilai Rp0,66 miliar
sehingga total kerugian yang dialami Rp15,52 miliar, katanya yang didampingi Ketua
Serikat Pekerja PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Cinta Manis, Haulani
Yusuf.
Ganggu Stok
Sekretaris Perusahaan PTPN
VII Sonny Soediastanto mengemukakan,
kini aktivitas pabrik menggiling berhenti total sejak 25 Mei 2012.
Selain mengancam produksi
gula nasional, aktivitas perekonomian masyarakat pada mata rantai produksi gula
juga terancam. “Banyak
yang kehilangan pendapatan dengan berhentinya aktivitas pabrik, seperti pekerja
tebang, muat, usaha angkutan, dan ikutannya yang melibatkan ribuan orang,” ujarnya.
Aksi unjuk rasa menuntut
pengembalian lahan yang dimulai sejak 20 Mei 2012, hingga sepekan ini bukan
saja hanya dilakukan oleh warga Desa Sribandung, Kecamatan Tanjungbatu,
melainkan juga dilakukan oleh warga 13 desa di sekitar. Mereka terus melakukan
pematokan lahan dan memblokir jalan, sehingga aktivitas tebang, muat, dan
angkut tebu tak bisa dilakukan.
Menurut Sonny Seodiastanto,
dengan berhenti giling, bukan hanya perusahaan yang dirugikan, melainkan juga
masyarakat dan pekerja yang pendapatannya bergantung dari proses produksi gula
di Cinta Manis. Pada musim giling saat ini saja ada sekitar 2.500 tenaga borong
tebang dan muat sekitar 250 tenaga sopir angkutan yang menggantungkan hidupnya
dari proses produksi gula.
“Kalau
pabrik berhenti, mereka kehilangan mata pencaharian yang dikhawatirkan akan
menimbulkan kerawanan sosial,” ujarnya.
Dengan banyaknya warga yang
kehilangan mata pencaharian, juga akan menimbulkan keresahan dan kegalalau yang
bisa memicu konflik horizontal antara petani, pekerja, dan masyarakat yang akan
merugikan banyak pihak.
Karena itu, manajemen PTPN
VII berharap semua pihak, terutama aparat pemerintah dan aparat keamanan serta
para tokoh masyarakat membantu memulihkan situasi dan kondisi agar menjadi
kondusif sehingga aktivitas produksi gula bisa kembali dilakukan secepatnya. “Kami berharap aksi tersebut tidak anarkis dan
berkelanjutan, karena bisa mengancam perekonomian masyarakat dan perekonomian
daerah,” katanya.
Sonny Soediastanto mengatakan
tuntutan warga terhadap lahan perusahaan bisa dimusyawarahkan, meski sebenarnya
lahan yang dituntut warga tersebut sebenarnya sudah clear dan perolehannya
melalui prosedur yang benar.
Perolehan lahan berdasarkan
SK Gubernur Sumsel No. 379/Kpts/I/1981 tanggal 16 November 1981, Perihal
Pencadangan Tanah Negara Seluas 20.000 ha untuk Proyek Pabrik Gula di Kecamatan
Tanjungraja, Muarakuang, Inderalaya, dan Tanjungbatu, Kabupaten Dati II Ogan
Komering Ilir.
Hal itu berdasarkan surat tugas Bupati Kdh.
Tingkat II OKI No. AG.210-243/1981 tanggal 10 April 1981 untuk mengadakan
inventarisasi tanah, tanam tumbuh, dan bangunan rakyat terhadap lokasi yang
akan dibebaskan oleh PTP XXI-XXII (Persero) di Marga Tanjungbatu, Meranjat,
Lubukkeliat, dan Marga Rambang IV Suku di Kecamatan Tanjungbatu dan Muarakuang.
Dari hasil inventarisasi itu,
tanah rakyat di Rayon III, di Ketiau seluas 374 ha yang ganti ruginya diberikan
kepada 133 warga; di Sribandung, Sritanjung, dan Tanjungatap seluas 1.479 ha
dang ganti ruginya diberikan kepada 894 warga.
“Jadi
lahan milik rakyat yang diganti rugi seluas 1.853 ha dengan jumlah pemilik
sebanyak 1.027 orang,”
jelasnya. Sedangkan sisanya merupakan tanah negara eks tanah marga. Berdasarkan
kronologis tersebut, jelas PTPN VII telah melalui prosedur dalam memperoleh
lahan.
Sementara warga bersikeras
lahan yang dipergunakan PTPN VII belum diganti rugi. Mereka tak memberikan
alternatif lain. “Pokoknya, lahan itu harus dikembalikan, titik. Tak ada
negosiasi,” katanya saat berunjuk rasa di Kantor Bupati OI.
Sementara terkait dengan
masalah kasus sengketa lahan ini, pada
31 Mei mendatang akan ada uji bukti mengenai lahan tersebut. Uji bukti ini akan
digelar di Kantor Bupati OI dengan menghadirkan pihak terkait dan pihak PTPN
VII. (sir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar